Kades Teluk Bakau Dituding Terbitkan Surat Tanpa Prosedur

Bintan, IsuKepri.com – Kepala Desa (Kades) Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan, dituding menerbitkan surat pernyataan penguasaan fisik sebidang tanah (Sporadik) di atas laut tanpa melalui prosedur yang sah.

Pasalnya, penerbitan surat alas-hak nomor 031/ SP3BT/ DTB-KCK/ VI/ 2011 tertanggal 15 Juni 2011, seluas 10.732.7 meter persegi dan alas-hak nomor 032/ SP3BT/ DTB-KCK/ VI/ 2011 seluas 11,894 meter persegi atas nama Dr Anang Budikaryono di Jalan Pantai Trikora Kampung Mengukurus RT 01 RW 01 DesaTeluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan, dinilai janggal.

Karena, Edy selaku pemegang kuasa lahan diatas sebidang tanah milik Dr. Dwi yang sempadan dengan pihak pemohon, tak pernah dihubungi untuk diminta persetujuan dan menandatangani surat alas-hak pemohon tersebut.

Kami selaku sempadan tidak pernah mendantangani surat pengajuan permohonan alas-hak itu. Tiba – tiba, didalam surat pengajuan permohonan alas-hak diatas laut itu sudah tercantum tandatangan pihak sempadan yang merupakan pemilik dari lahan yang telah dikuasakan ke saya, ujar Edy, Senin (17/2) kepada IsuKeprti.com.

Selain itu, kata dia, dalam surat keterangan perolehan alas-hak itu juga, dinilainya banyak yang ganjil. Pasalnya, beberapa paraf sempadan sengaja dibubuhkan untuk proses kepengurusan alas-hak tersebut.

Seperti paraf atas sempadan sebelah pantai dicantumkan paraf pemilik lahan yang telah dikuasakan ke saya. Bahkan, yang bersempadan dengan pavingblok juga dicantumkan paraf. Hal itu jelas tak masuk akal, apa pavingblok bisa meneken dan membuat paraf, beber Edy.

Sementara, sambung dia, lahan diatas laut yang dibuat Dam itu tidak masuk dalam diwilayah tanah mereka. Apalagi saat membuat Dam itu, mereka tidak meminta persetujuan sebelumnya dengan kami selaku sempadannya. Saya menilai, penerbitan surat tersebut batal demi hukum,” tuturnya.

Penerbitan surat tanah alas-hak itu juga, menurut Edi, ada keganjalan, karena nama penggarap yang tercantum di surat alas-hak itu tidak mengakui jika pernah menggarap lahan tersebut. Bahkan, mereka melakukan penimbunan laut.

Laut yang ditimbun mereka itu sebelumnya di fungsikan sebagai tempat penyelaman TNI Angkatan Laut. Namun, karena tidak di fungsikan dan faktor alam, lama – kelamaan mereka sengaja membuat suratnya untuk milik pribadi,” ujar Edi.

Dia menerangkan, sebelumnya lahan yang telah diterbitkan suratnya itu, bersebelahan dengan pemilik lahan atas nama Dr Dwi Hartadi dengan Dr Anang Budikaryono.

“Namun, beberapa tahun lalu, Dr. Anang pernah membicarakan kepada Dr. Dwi terkait tanah itu kedepannya akan dibuat Dam untuk penyelaman Marinir TNI AL. Tetapi, Dr. Anang justru, menjadikan tanah tersebut untuk milik pribadinya. Seharusnya, ia mengembalikannya ke negara,” kata Edy.

Namun, sambung dia, ketika ditanyakan kembali kenapa dijadikan tempat pribadi, ia hanya menjawab telah menguasakan kepada Dr. Cicilia. Dan ini sudah simpang siur dan lempar tanggungjawab.

“Yang menjadi pertayaan, kenapa Dr Anang tersebut bisa menerbitkan surat yang dikelurakan oleh Kades setempat yaitu Kades Teluk Bakau, Syafaruddin. Kami minta surat alas-hak yang dikeluarkan itu harus dibatalkan. Karena kalau dikeluarkan surat tanah di pantai dekat laut, otomatis semua orang pasti mau,” ujarnya.

Sementara, saat Edy menemui Kades tersebut, Kades tersebut menerbitkan surat itu sudah sesuai dengan fungsinya dan sudah tertimbun karena faktor alam. “Saya minta surat tersebut harus dibatalkan karena cacat demi hukum, karena sepadan tanah itu tidak bertandatangan yaitu Paimah, Kinot dan Parit,” katanya.

Namun, katanya, tentang pembatalan surat alas-hak yang dikeluarkan kades itu harus dibatalkan. Kades itu mengaku, kalau ingin dibatalkan, harus ada pihak yang menggugat surat tersebut, dan baru bisa dibatalkan.

“Kades tak bisa membatalkan, kalau bisa dibatalkan harus ada pengugatnya, ini menjadi pertayaan kok bisa kades mengeluarkan surat alas-hak tersebut, ada apa dengan kades, kalau ingin penggugat, saya disini yang ingin menggugatnya,” kata Edi.

Sementara dilapangan, Edi mencoba menghubungi Dr. Cicilia. “Kita heran juga kepada Dr. Cicilia sebagai pembeli kenapa ia lemparkan kepada penjaga tanah Dr Anang tersebut, padahal ia juga yang diberi kuasa oleh Dr. Anang dan kenapa tanah tersebut diperjual belikan. Sementara pemilik lahan yang pertama yang tidak termasuk di Dam tersebut bernama Paimah. Sedangkan Paimah tidak mengakui tanah yang di Dam itu miliknya dan (mereka Dr. Anang) yang memandai – mandai tanah yang di dam tersebut milikinya,” katanya.

Edi yang dikuasakan Dr Dwi pemilik tanah yang bersebelahan dengan tanah Dr. Anang merasa dirugikan yang dulunya ada jalan, sekarang tidak ada jalan karena tanah Dr. Dwi berada di belakang tanah Dr. Anang. “Kami minta tolong Dr. Anang jangan merugikan pemilik tanah yang bersebelahan dengannya. Begitu juga dengan akses jalan yang sebelumnya ada sekarang semenjak dibendung, tidak ada akses jalan menuju ketanah Dr. Dwi yang terletak dibelakang tanah mereka,” katanya.

Kawasan pantai di Teluk Bakau yang telah terbit surat alas hak itu, seharusnya diperuntukan untuk public. Saat ini telah menjadi milik pribadi. Terbitnya surat alas-hak ini sudah jelas melanggar perundang – undangan karena itu merupakan kawasan pesisir bukan daratan.

“Disinilah diketahui bahwa Kades Teluk Bakau ini dinilai tidak memiliki kredibilitas sebagai pimpinan wilayah. Bagaimana mungkin laut bisa diterbitkan surat,” katanya.

Sementara Lurah Teluk Sebong saat ini belum bisa dihubungi. “Demi hukum, diminta kepada Bupati Kabupaten Bintan Ansar Ahmad sebagai pucuk pimpinan tertinggi, harus mengambil sikap tegas atas permasalahan yang jelas melanggar hukum yang telah dilakukan jajarannya, katanya. (AFRIZAL)

Alpian Tanjung

Read Previous

Sosialisasikan Pemilu, KPU Akan Gelar Jalan Santai

Read Next

Kinerja PNS Pemko Tanjungpinang Dapat Nilai CC