Rusuh Planet, Tony Fernando Menyerahkan Diri

BATAM, IsuKepri.Com — Setelah sempat ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO), Tony Fernando Pakpahan akhirnya menyerahkan diri ke Polresta Barelang, Senin (25/6/2012) sekitar pukul 16.30 WIB. Tony Fernando oleh Polisi juga telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam bentrok berdarah antar kelompok di Hotel Planet Holiday, Senin (18/6/2012) lalu.

Kedatangan Tony Fernando ke Polresta Barelang didampingi sejumlah Pengurus IKABSU beserta tim kuasa hukumnya. Dan langsung disambut oleh Kapolresta Barelang, Kompos Pol Karyoto.

“Saudara Tony menyerahkan diri secara sukarela yang difasilitasi oleh IKABSU (Ikatan Keluarga Besar Sumatera Utara) Kota Batam,” kata kuasa hukum Tony Fernando Pakpahan, Niko Nixon Situmorang.

Menurut Niko Nixon, penyerahan diri secara sukarela Tony Fernando diharapkan dapat memberikan titik terang atas kesimpangsiuran pemberitaan selama ini. Serta untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang diarahkan kepadanya dan meluruskan kronologis kejadian di lapangan sebenarnya.

Tony juga akan mempertanyakan status dirinya yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Dan menetapkan Tony Fernando sebagai DPO selama sepekan terakhir.

Menurut Kasat Reskrim Polresta Barelang, Kompol Yos Guntur, Tony akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai prosedur dan kejadian dalam oleh tempat kejadian perkara (TKP) yang telah merenggut nyawa seorang korban.

“Tony diperiksa sebagai saksi,” ujar Yos.

Sementara tersangka lainnya, Basri yang belum juga ditahan oleh pihak kepolisian, Yos menyatakan bahwa Basri tetap wajib lapor. “Hingga kini Basri tetap wajib lapor,” jawab Yos singkat.

Kerusuhan Hotel Planet Holiday Batam dipicu adanya sengketa antara PT Lordway Acomodation Engineering melawan PT Hyundai Metal Indonesia. Bibit-bibit konflik sudah terlihat sejak putusan perdata wan prestasi antara PT Lordway Engineering selaku penggugat dengan para tergugat di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (14/6/2012) lalu. Kericuhan terjadi saat pembacaan amar putusan oleh majelis hakim yang dipimpin Riska dengan hakim anggota Sobandi dan Ridwan yang diwarnai beberapa kali interupsi dan kegaduhan.

Amar putusan yang dibacakan majelis hakim dianggap tergugat yang terdiri atas tergugat I PT Hyunday Metal, tergugat II selaku kuasa Direksi Myung Ikchu serta tergugat III Tony Fernando, karyawan yang menjabat sebagai Manager Personalia PT Hyunday Metal Batu Ampar terlalu dipaksakan. Karena majelis hakim diduga belum siap dengan amar putusannya.

“Hal ini terbukti dengan adanya beberapa kali kesalahan dalam pembacaan amar putusan, dan pembacaannya sangat pelan sekali. Hakim sepertinya belum buat putusan baku, namun dipaksakan untuk dibacakan. Itu bukan amar putusan untuk kasus ini, tapi kasus lain,” ungkap Roy Wright, Kuasa Hukum Tergugat II.

Puluhan pengunjung sidang juga beberapa kali memprotes pembacaan amar putusan yang diduga terlalu dipaksakan itu. Namun, majelis hakim tetap melanjutkan pembacaan amar putusan hingga selesai dan ketuk palu.

Sontak, pihak tergugat dan pengunjung sidang yang merupakan masa tergugat tidak terima. Mereka memprotes keras keputusan hakim yang memenangkan penggugat dan mencoba mengejar majelis hakim.

Melihat situasi yang tidak terkendali, majelis hakim langsung bergegas keluar ruangan sidang dan melarikan diri dari pintu samping menuju ruang hakim di lantai 2. Amuk masa akhirnya terkendali setelah puluhan pihak kepolisian menghalangi upaya masa untuk mengejar para hakim.

Gagal mengejar hakim, masa tetap bertahan di ruang sidang utama PN Batam. Menunggu berkas putusan yang telah ditetapkan majelis hakim diserahkan kepada masing-masing pihak yang bersengketa.

Namun setelah menunggu hingga sekitar satu jam lamanya berkas putusan tak kunjung diserahkan, masa hilang kesabaran dan naik ke lantai 2. Mereka mencari dan berupaya menemui majelis hakim di ruang sidang hakim dengan pengawalan ketat puluhan aparat kepolisian.

Melihat masa menggeruduk lantai 2, para pegawai PN Batam yang sedang beraktifitas langsung berlari keluar ruangan. Menghindari amukan masa yang akhirnya dapat kembali dicegah pihak kepolisian.

Roy Wright menyebutkan, dugaan belum adanya putusan baku terlihat saat majelis hakim membacakan putusannya. Saat membacakan putusan, beberapa kali terjadi kesalahan penyebutan.

Roy pun curiga, dan meminta agar hakim memperlihatkan surat putusan yang dibacakannya. Namun hakim menolak permintaan untuk memperlihatkan berkas putusan yang dibacakannya dalam kasus wanpretasi jual beli lahan seluas 3,7 hektar di kawasan Batu Ampar pada 2009 lalu.

“Banyak kejanggalan yang dilakukan majelis hakim dalam persidangan kasus perdata ini,” jelas Roy. (eki)

iwan

Read Previous

Hanya 20% Koperasi yang Aktif

Read Next

BP Batam Dapat Peningkatan Anggaran Menjadi Rp918 Miliar