Bang Rudi dan Abu Mazen, Serupa Tapi Tak Sama

Bang Rudi dan Abu Mazen, Serupa Tapi Tak Sama

Oleh : Amir Mahmud, S.Ag., M.H., C.LA

Serupa tapi tak sama, demikian umumnya kita menerangkan dua benda, dua perkara, mahupun dua orang yang sejatinya berbeda tapi wujud kemiripan di antara kedua-duanya. Kemiripan dapat wujud pada jisim (fisik) namun sebenarnya berbeda apabila disimak pada berbilang juzuk (detailnya). Dapat pula wujud kemiripan pada sifat tetapi ternyata berbeda pada jisim. Selebihnya tidak jarang wujud kemiripan pada jisim atau sifat, atau pada jasad dan sifat sekaligus (konsep, struktur, kemampuan, hubungan dengan lainnya, dan sebagainya) dan setelah ditelaah rupanya ada hakikat atau ruh yang membedakan kedua-duanya.

Biasanya serupa tapi tak sama lebih umum dikenali dalam kasus wujudnya kemiripan pada jisim. Sebab inilah maka berbilang teka-teki lisan atau tulisan dan berbagai latihan mengamati pada buku pelajaran sekolah meminta siswa menemukan perbedaan di antara dua gambar yang terlihat serupa. Demikian juga sebaliknya tidak jarang suatu pelajaran menyuruh mencari perserupaan daripada dua gambar yang berbeda.

Kadar keserupaan dan ketidaksamaan di jagad ini beragam adanya. Ada yang sangat jelas hampir identik dan ada pula yang samar sehingga membutuhkan kecermatan untuk melihatnya. Umumnya dua orang kembar hampir identik sehingga keserupaan lebih terlihat daripada ketidaksamaan. Dua bilangan berurut lebih terlihat ketidaksamaan keduanya daripada keserupaan hakiki sebagai pernyataan jumlah dari suatu benda. Ungkapan sebelas dua belas adalah salah satu bentuk serupa tapi tak sama yang tergolong samar itu.

Wilayah Minus Kuasa

Hal serupa tapi tak sama yang merupakan sesuatu yang universal, akhir-akhir ini menjadi perhatian saya setiap kali melihat wajah Haji Muhammad Rudi dan apabila sedang mengikuti perkembangan mutakhir di Palestina. Walikota Batam yang kini populer dipanggil Bang Rudi terlihat serupa tapi tak sama dengan Abu Mazen (Mahmud Abbas) Presiden Palestina. Di negaranya sendiri di atas tanah nenek moyangnya Abu Mazen dan rakyatnya tidak punya tanah karena seluruhnya dikuasai zionis Israel. Beliau memimpin negara tanpa kuasa penuh (kedaulatan) atas seluruh wilayahnya, suatu hal yang benar-benar di luar logika dan hukum tata negara dalam segala zaman.

Di Kota di mana beliau menjadi Kepala Daerah, Bang Rudi hanya memiliki hak dan kuasa atas tanah yang sangat sedikit pada pulau-pulau kecil minim penduduk di bagian-bagian terluar. Bang Rudi dan lebih dari sejuta rakyatnya di pulau Batam, Rempang, dan Galang (Barelang), bahkan tidak punya kesempatan memiliki tanah dan tidak pula menguasai air (sumber air). Bahkan bangunan pemerintahan dan fasilitas publik (bangunan milik negara) di Kotanya seluruhnya numpang di atas tanah pihak lain, Badan non pemerintahan yang dibentuk oleh pemerintah pusat. Aneh bin Ajaib bin irrasional ada pemerintahan daerah otonom nyaris (identik) tanpa tanah air, ada lebih sejuta rakyat di suatu bagian negara yang merdeka dengan status tanah tak punya air pun beli.

Pemerintahan tanpa kuasa atas tanah air sama saja pemerintahan ecek-ecek. Kemerdekaan tanpa hak memiliki tanah bagi rakyat sama saja kemerdekaan palsu. Ini berarti Bang Rudi dan Abu Mazen pada aspek sifat wujud keserupaan pemerintahan berstatus ecek-ecek, identik tanpa tanah air. Antara Rakyat di Kota Batam yang dipimpin Bang Rudi dengan Rakyat di Ramallah, Jericho, Gaza, dan Yerusalem yang dipimpin Abu Mazen ada keserupaan dalam wujud sifat kehidupan bernegara yang jauh dari kebebasan asasi atas tanah air tempat hidup sebagai manusia merdeka. Serupa dalam ihwal sebagai Pemimpin yang dipilih oleh rakyat, serupa menyangkut konsep, struktur, serta fakta kewenangan di dalam konteks otonomi pemerintahan, serupa berkaitan dengan ketiadaan hak dan kuasa tasarruf (pengelolaan) atas sebahagian besar wilayah.
Beda ruang, beda konteks

Beda ruang, Beda Konteks

Bang Rudi di Indonesia, Abu Mazen di Palestina. Ini jelas wujud perbedaan ruang di antara keduanya. Palestina yang dipimpin Abu Mazen ada dalam penjajahan Zionis Israel. Abu Mazen dan rakyatnya sebagai bangsa sejatinya memiliki hak asasi atas tanah air yang diwariskan turun-temurun dari nenek moyang sejak dahulu kala, namun kemudian dirampas oleh Zionis.

Adapun Bang Rudi, menyangkut pemerintahan dan kedudukan sebagai Walikota /Kepala Daerah, memiliki wewenang atribusi atas wilayah dan tasarruf tanah air dari konstitusi serta dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, namun malangnya dianulir oleh pemerintah pusat dari negaranya sendiri. Selain itu tidak sedikit rakyatnya, misalnya di Nongsa dan Sei Beduk, yang mendapatkan warisan kampung dan tanah turun- temurun dari nenek moyang, bahkan memiliki bukti tanah grant menurut perundang-undangan, namun sangat menyedihkan sentiasa mengalami perlakuan administratif sebagai rakyat tanpa hak milik atas tanah air.

Belakangan ini dengan penuh semangat dan kepahlawanan, Presiden/Kepala Negara dari pemerintahan mana Bang Rudi menjadi Walikota /Kepala Daerah menyatakan perang terhadap segala bentuk penjajahan sehingga Abu Mazen dan rakyatnya bersuka cita dan pada saat yang sama memimpin puluhan negara OKI untuk pembebasan Alquds dan Palestina. Sebaliknya Paduka Presiden lupa atas apa yang demikian menyedihkan, tidak nalar, dan tidak adil yang menimpa pemerintahan kota yang dipimpin Bang Rudi dan rakyatnya, yang nyaris tanpa tanah air. Ya, tanah tak punya, air pun beli. Terus terang, Kebijakan Paduka Yang Mulia Presiden Joko Widodo membuat saya cemburu.

Sebelas dua belas, Bang Rudi dan Abu Mazen serupa tapi tak sama.

Redaksi

Read Previous

Batam dan Singapura, Pasar Gelap Harta Karun Laut Indonesia

Read Next

Regalia Institute Minta Pemkab Bintan Buka Data Penerimaan Honorer