Arab Iran Kian Memanas

Internasional, IsuKepri.com – Iklim timur tengah kian memanas, semenjak dieksekusinya seorang ulama Syiah, Shiekh Nimr Baqir al-Nimr oleh otoritas pemerintah Saudi Arabia belum lama ini. Eksekusi ini, ternyata terus menerima kritikan keras dari beberapa kalangan, terutama negara-negara pro Iran.

Al-Nimr adalah ulama Syiah yang paling vokal memperjuangkan kesetaraan Syiah dengan Sunni di Saudi. Nimr dianggap teroris oleh Riyadh, tapi dipuji Iran sebagai pemerhati hak-hak kelompok Syiah yang minoritas dan terpinggirkan di Saudi. Al-Nimr termasuk salah satu dari 47 orang yang dihukum mati, setelah dihukum karena kejahatan terorisme.

Dampak yang ditimbulkan akibat ekseskusi tersebut adalah diputuskannya hubungan diplomatik antar kedua belah negara. Hal ini, diperkuat dengan Riyadh mengumumkan, semua penerbangan dari dan ke Iran dibatalkan pada tanggal 4 Januari 2016. Di hari itu juga, Bahrain mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Iran.

Bahrain dikuasai seorang raja Muslim Sunni tetapi berpenduduk mayoritas Syiah. Bahrain menuduh Iran meningkatkan campur tangan yang berbahaya terhadap masalah dalam negeri negara-negara Teluk dan Arab.

Uni Emirat Arab menurunkan tingkat hubungan diplomatiknya dengan Iran, menjadi tingkat Kuasa Usaha. Beberapa negara Arab Teluk tidak ikut memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran, mereka adalah Kuwait, Qatar, dan Oman. Dukungan diplomatik terhadap Arab Saudi pun menyebar ke Afrika. Sudan dan Djibouti memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.

Rusaknya hubungan Saudi-Iran akan menambah runyam upaya penyelesaian berbagai masalah skala besar di kawasan itu, mulai dari krisis Suriah sampai konflik Yaman. Iran dan Saudi mendukung kelompok yang bertentangan di Suriah dan Yaman. Di Suriah, Iran mendukung rezim Bashar al-Assad, sementara Saudi mendukung kelompok oposisi bersenjata. Di Yaman, Iran dituding mendukung kelompok pemberontak al-Houthi, sedangkan Saudi mendukung pemerintah yang pro-Saudi.

Pada Maret 2015, Saudi melancarkan operasi militer di Yaman untuk menggempur Houthi, minoritas Syiah yang berhasil mengambil alih istana kepresidenan. Saudi dan beberapa negara Sunni lain menuding, Houthi dipersenjatai dan dibiayai oleh Iran. Namun, Iran membantah tuduhan tersebut.

Kekhawatiran akan konflik yang berpotensi meningkat di Timur Tengah membuat Amerika Serikat ikut bicara. AS yang mendukung Arab Saudi meminta para pemimpin negara di kawasan tersebut untuk membantu mengurangi ketegangan. Amerika Serikat sangat prihatin dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menyusul terjadinya eksekusi di Arab Saudi, serangan terhadap properti diplomatik Arab di Iran, pengurangan hubungan diplomatik dengan Iran, kata John Kirby, juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.

Rusia dan China, dua pemain geopolitik terbesar di dunia menyatakan agar kedua negara menahan diri. Moskow prihatin tentang situasi yang terjadi di Timur Tengah, terutama antara dua pemain kuncinya (Arab Saudi dan Iran), kata Kementerian Luar Negeri Rusia. Rusia menyerukan agar Saudi dan Iran bisa menahan diri dan menghindari langkah-langkah yang mungkin meningkatkan ketegangan, termasuk ketegangan antar-agama.

Peningkatan konflik yang sudah tinggi sejak bertahun-tahun lalu ini dikhawatirkan oleh China. Seperti komunitas internasional, China sangat khawatir akan perkembangan masalah itu dan menyatakan kecemasan bahwa peristiwa tersebut bisa meningkatkan konflik di Timur Tengah, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying.

Sebetulnya tidak ada yang mendapat manfaat dari rusaknya hubungan Saudi-Iran, kecuali Israel dan kelompok ekstrem ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah). Posisi ISIS di Suriah dan Irak kini sedang terdesak oleh serangan militer lawan-lawannya. Sejak terjadinya serangan teror Paris, berbagai negara sudah sepakat untuk menghabisi ISIS. Namun rusaknya hubungan Saudi-Iran ini menyebabkan perpecahan, yang bisa dimanfaatkan oleh ISIS.

Sedangkan Israel menganggap Iran sebagai musuh dan ancaman keamanan yang terbesar di Timur Tengah. Rusaknya hubungan Saudi-Iran membuat Iran makin terisolasi, dengan terjadinya pemutusan hubungan diplomatik oleh sejumlah negara Arab dan Afrika, yang mengikuti langkah Saudi.

Terjadinya kesepakatan perjanjian nuklir antara Iran dengan AS, Rusia, China, Jerman, Inggris, dan Persancis, membuat Saudi dan Israel tidak senang. Iran bersedia diinspeksi fasilitas nuklirnya dan meredam kemajuan teknologi pemerkayaan uranium, dengan imbalan dicabutnya sanksi-sanksi ekonomi. Ini membuat Saudi dan Israel tidak suka, dan mereka mati-matian menghambat, tetapi gagal.

Karena adanya kesepakatan nuklir inilah, diduga Iran tidak akan memperluas konfliknya dengan Saudi, apalagi sampai ke tahap konfrontasi militer. Kepentingan utama Iran adalah segera dibebaskannya negeri para mullah itu dari sanksi-sanksi ekonomi, yang menghambat ekonomi. Konflik terbuka baru dengan Saudi akan mempersulit pembebasan Iran dari sanksi-sanksi.

suprapto

Read Previous

Real Madrid Siap Jadikan Neymar Pemain Termahal Dunia

Read Next

I Wayan Si \”Iron Man\” Bali