Pudarnya Kharisma Kyai

Tanjungpinang, IsuKepri.com – Pesantren telah memainkan peranan yang besar dalam perjalanan sejarah Indonesia. Melalui upaya tanpa henti dalam memperkuat iman, ketakwaan, membina akhlak mulia dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dengan pendidikan formal dan non formal yang diselenggarakan. Kini, peran pesantren dalam mengawal perjalanan bangsa seolah memudar, sebagian kecil kalangan justru mengidentikkan pesantren dengan citra negatif, teroris misalnya.

Padahal sebagai lembaga sosial dan pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren memiliki keunikan dan kekhususan tersendiri dibanding lembaga pendidikan lainnya. Santri dan kyai yang tinggal dalam lingkungan yang mandiri, ketaatan dan kepatuhan santri kepada kyai, kesederhanaan serta semangat gotong royong dapat ditemukan di hampir kehidupan pesantren. Para santri juga terlatih hidup disiplin dan tirakat.

Di pesantren, kyai memiliki peran vital, laksana jantung bagi kehidupan manusia. Otoritas kyai begitu dominan dan sangat dihormati santri, bahkan masyarakat sekitar pesantren. Pancaran kharisma dan wibawa Kyai menjadikan santri memiliki kewajiban taat dan tunduk kepada Kyai.

Sebagai pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren.

Mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kepri, Razali Jaya mengakui pudarnya kharisma Kyai. Terutama di Kepri, wibawa Kyai dinilai masih kurang memberikan pengaruh yang besar bagi santri dan masyarakat di lingkungan sekitar.

Hal ini menjadi salah satu penyebab berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan pesantren. Banyak masyarakat yang lebih memilih memasukkan anaknya pada lembaga-lembaga pendidikan umum.

“Kelemahan pesantren di Kepri, (salah satunya) belum mampu memenuhi standar Kyai. Wibawa Kyai di pesantren-pesantren di Kepri menurun,” ungkapnya, Sabtu (26/1/2013).

Menurut Razali, kondisi ini berbeda dengan kyai-kyai pesantren di sejumlah daerah di luar Kepri. Di Jawa misalnya, Kyai di pesantren sangat dihormati para santri dan masyarakat sekitarnya. Bahkan tak jarang, para santri berlomba-lomba meringankan pekerjaan Kyai. Seperti menimba dan mengisi air, merawat kebersihan lingkungan tempat tinggal Kyai, merawat ladang dan sawah serta aktivitas lainnya yang dilakukan secara sukarela.

Di sejumlah pesantren-pesantren di Kepri, kehidupan pesantren seperti itu jarang ditemui. Unsur pokok pesantren, mulai dari adanya kyai, santri, masjid, asrama atau pondok dan kemampuan santri untuk membaca kitab kuning juga harus menjadi acuan sebuah pesantren. Tentunya ini menjadi tantangan bagi pemberdayaan dan pengembangan pesantren di Provinsi Kepri.

“Terdapat dua tantangan bagi pesantren di Kepri, yakni kurang mampu mencetak Kyai dan menurunnya minat masyarakat untuk memasukkan anaknya pada pendidikan di pesantren,” jelas Razali.

Ke depan, lanjut Razali, harus ada keberanian bagi pesantren untuk berbenah. Dengan melakukan perubahan penyelenggaraan pendidikan berbasiskan pondok, seperti madrasah.

“Dalam waktu dekat, kami juga akan mendirikan pendidikan berbasiskan pondok dengan membuka MA (Madrasah Aliyah) dan MTs (Madrasah Tsanawiyah) di Tanjungpinang,” pungkasnya. (Zaki)

suprapto

Read Previous

Semua Akibat Perbuatan Manusia

Read Next

Suradji : Menyongsong 2014, Caleg Terlalu Reaktif