Akbar Ajak Kader HMI Hilangkan Transaksional Politik

TANJUNGPINANG, IsuKepri.Com — Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung mengajak kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) untuk menghilangkan pragmatisme dan transaksional dalam politik. Dimana hingga sampai saat ini, partai politik (parpol) masih kuat dipengaruhi oleh pragmatisme dan transaksional politik.

“Dengan masih dipengaruhi pragmatisme dan transaksional politik, fungsi parpol tidak berjalan dengan baik,” ujarnya dalam Latihan Kader II (Intermediate Training) HMI Cabang Tanjungpinang-Bintan di Hotel Bali, Kamis (17/5/2012).

Menurut Mantan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI ini, pragmatisme dan transaksional politik juga telah membuat iklim demokrasi oleh parpol tidak berfungsi. Fungsi-fungsi parpol tersebut diantaranya dalam rekruitmen kepemimpinan melalui kaderisasi, penyederhanaan berbagai kepentingan di masyarakat, menyerap dan menyalurkan serta memperjuangkan aspirasi rakyat, pendidikan politik dan kemampuan dalam mempengaruhi kebijakan publik.

Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan parpol untuk menghilangkan pragmatisme dan transaksional politik yang dapat merugikan kepentingan bersama. Sehingga ke depan akan lahir pemimpin-pemimpin yang tangguh dan mampu membangun nilai-nilai esensial dalam demokrasi dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat.

“Nilai-nilai esensial dalam demokrasi harus semakin tampak dalam kehidupan politik. Seperti menghormati nilai-nilai kemanusiaan, menghormati perbedaan, kesetaraan, egalitarisme dan mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Dalam era reformasi, semangat demokrasi seharusnya menjadi landasan dalam menjalankan fungsi parpol. Tetapi dalam praktiknya, banyak yang tidak sejalan dengan nilai demokrasi.

Dalam konteks Indonesia dengan pengalaman panjang politik di Indonesia, jelas Akbar Tanjung, basis politik kalau melihat dari pemilu pertama menghasilkan empat partai besar, yakni PNI, Masyumi, NU, PKI dan setelah itu ada PSI dan lainnya. Para pengamat politik luar negeri, seperti Herbert Feith, mengatakan Indonesia adalah politik aliran.

“Waktu itu, ada lima aliran politik. Yakni nasionalis (PNI), Islam modernis (Masyumi), Islam tradisional (NU), marxisme (PKI), kemudian ada sosial demokrasi (PSI). Kini, PKI-nya tidak ada lagi,” ungkapnya.

Jadi parpol tidak perlu banyak, cukup lima. Yaitu 2 basis nasionalis (nasionalis eksklusif/terbuka dan nasionalis inklusif/tertutup), 2 basis Islam (Islam modernis dan tradisional) kemudian sebagai bangsa yang majemuk, kita buka kesempatan bagi kekuatan masyarakat secara sosiologis seperti partai berbasiskan Kristiani.

Kalau sedikit partai, dalam konteks presidensial, itu bisa lebih efektif. Potensi konfliknya lebih rendah, manajemen konflik relatif lebih mudah.

“Kita harus mendorong parpol jangan terlalu banyak, ke depan kita dorong partai lebih sederhana. Sehingga keberadaan partai dalam mendukung sistem presidensil akan lebih efektif,” ujarnya. (eki)

iwan

Read Previous

Komisioner KPUD Batam Akan Kembali Diperiksa

Read Next

Pertandingan Futsal di Ultah ke-4 Amore