IMAN DAN TOLERANSI UMAT BERAGAMA

Firman Allah Swt, Artinya: Hai, Manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang Laki-laki dan seorang Perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku – suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi maha mengenal (terj. Qs. Al Hujurat 13)

Untuk melengkapi edisi Sebelumnya tentang konsep toleransi dalam islam, berikut kami tegaskan kembali keterkaitan toleransi dengan keimanan.Islam secara definidi adalah Damai Selamat dan menyerahkan diri. Definisi Islam yang demiian sering dirumuskan dengan istilah islam agama rahmatal lil’alamin (agama yang mengayomi seluruh alam).

Menurut Ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang,dan lingkungan hidup. Dengan Makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi antar umat beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah.

Dalam konteks toleransi antar –umat beragama,Islam memiliki konsep yang jelas. Tidak ada paksaan dalam Agama, Bagi kalian agama kalian dan bagi kami agama kami adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat – ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai surah.

Dalam sebuah kisah, Suatu hari jenajah orang yahudi melintas di depan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Nabi Muhammad SAW Berhenti dan berdiri. Para Sahabat terkejut, kemudian bertanya: kenapa engkau berhenti ya Rasulullah? Sedangkan itu jenajzah orang yahudi.. Nabi pun menjawab: bukankah dia juga manusia? (HR Bukhari)

Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah SAW tegas mengatakan, siapa saja orang Yahudi dan Nasrani yang tidak mengakui kenabiannya, adalah kafir. Rasullulah SAW bersabda: Tidak seorangpundi kalangan umat ini yang mendengar tentangku dari kalangan Yahudi mupun Nasrani kemudian ia meninggal dan tidak beriman dengan risalah yang aku awa kecuali ia tergolong penghuni neraka (HR.Muslim)

Inilah toleransi, menghormati tanpa mengakui keimanan non- Muslim.  Iman tidak perlu digerus untuk menjadi toleran. Iman nabi dan Sahabat sempurna, tapi juga mereka bisa toleran.

Ketika Rasullulah SAW tiba – tiba berdiri, tentu saja para sahabat  kaget. Namun, para sahabat akhirnya paham ternyata Rasulullah SAW tidak mengikuti ritual pemakaman orang Yahudi tersebut. Beliau Cuma berdiri, tidak ikut sampai menganytarkan keliang lahat dengan berbagai ritualnya.

Jadi, toleransi islam antar umat beragama itu hanya menyentuh ranah sosial. Coba perhatikan, beliau berkata alasanya menghormati: bukankah dia manusia.

Sehingga, toleransi yang melampaui wilayah sosial ini tidak tepat . karena itu, Nabi SAW tidak mengatakan buknkah dia Yahudi. Sebab toleransi bukan dengan membenarkan ke yahudiannya. Membenarkan keyakinan agama lain bukanlah disebut toleransi tetapi pluralisasi. Sedangkan term pluralisme tidak ada dalam kamus Islam. Setiap Muslim yang beriman, harus komitmen dengan keyakinanya. Para Ulama mendenifisikan iman dengan tida pilar :  Ppembenaran dalam hati (al-tashdiq bi al-qalb) dan pernyataan dengan lidah (al iqrar bi al-lisan) dan perbuatan anggota tubuh (al-‘amal bi al – arkan).

Orang yang telah percaya (tashdiq) dianggap benar kepercayaannya jika kepercayaan itu diikuti dengan qalbu (penerimaan), muwalah (kesetiaan), dan Idh’an(ketundukan). Karena ituy, seseorang yang mengaku beriman tetapi tidak setia dengan ajaran nabi bahwa Yahudi dan Nasrani Kafir, maka Pengakuannya Otmatis Batal. Berarti ia tidak tunduk dan setia dengan nabi Muhammad SAW.

Terkait dengan ini, pendiri NU , Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari pernah berfatwa, Barang siapa mengakui ketuhanan Allah akan tetapi ia juga meyakini dia memiliki anak dan sekutu, maka ia keluar dari agama, berdasarkan kesepakatan ulama’(hasyim Asyari, Risalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah hal 13) . Artinya pengakuannya batal karena tidak setia kepada Allah.

Selain toleransiyang melampaui batas, toleransi juga kadang dimaknai dengan kebebasan ala liberal. Kaum liberal,menjustifikasi ‘toleransi’ versinya dengan menyodorkan al-qur’an surat al baqarah : 256 yang berbunyi: laa ikraha fi al-Dien (tidak ada paksaan dalam beragama). Atas Dasar ayat ini, maka tidak ada hukum memvonis non islam. Bahwa, dalam versi dengan menyodorkan al –qur’an surat al – baqarah : 2liberal , islam memberikan kebebasan yang mutlak untuk beragama, ataupun tidak beragama. Bebas untuk beragama islam, atau beragama non Islam.

Untuk memahami ayat, tidak semestinya kita memakai metode mutilasi ayat sama saja akan membunuh kesucian ayat itu.

Ayat di atas harus di baca utuh dan menyeluruh. Berikut arti lengkapnya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha Mendengar lagi maha mengetahui. (Qs. Al Baqarah :256)

Ibnu Katssir dalam kitab tafsirnya  menjelaskan maksud ayat tersebut.Bahwasanya seseorang dilarang untuk dipaksa masuk agama islam. Sebab kebenaran Islam itu sangat jelas, terang dan bukti- buktinya gamblang. Menurut Ibn Katsir, sebagaimana cukup jelas dalam ayat di atas bahwa percaya kepada islam merupakan kebenaran. Sedangkan ingkat terhadap islam merupakan kesesatan. Orang yang masuk islam adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk Allah, Sedangkan yang non- islam adalah orang – orang yang buta hatinya (ibnu katsir,Tafsir al –Qur’an al –‘Adzim)

Jadi,Ayat di atas bukanlah justifikasi kebebasan tanpa batas. Sama sekali ayat itu bukan menjelaskan konsep kebebasan. Justru inti ayat di atas ada di kalimat akhir, yaitu , perbedaan orang yang mendapatan petunjuk dan orang yang tertutup kesesatan (kafir).

Ketika islam menegaskan kebenaran risalah Tauhid yang di bawa oleh nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wasallam ia tidak bermakna bahwa umat islam harus memusuhi dan membunuhi umat agama lain.

Sejarah mencatat, bahwa Islam agama yang cukup toleran dan hormat kepada agama lain. Justru, liberalisme lahir di barat pada masa orang barat gagal mendamaikan agama. Karena tidak memiliki konsep toleransi, maka mereka kebingungan mendefinisikan toleransi.

Sedangkan islam, menguatkan konsep toleransi tersebut dengan mengikatnya dengan konsep al – Tauhid. Dengan kata lain, ketika umat Islam bertoleransi, hendaknya membuat dia lebih meyakini bahwa Allah SWT sajalah Tuhan yang Maha Benar bukan Tuhan yang Lain.

Demikian, semoga pemahaman yang menyeluruh akan arti kata dan makna toleransi serta pengaplikasiannya dalam keseharian kita semakin meningkatkan keimanan kita. Bukan sebaliknya. Wallahu’alambishawab

Sumber : Buletin Al WAASIT edisi 683

Alpian Tanjung

Read Previous

Angin Kencang Nelayan Teluk Bakau Tetap Melaut

Read Next

ABK Asean Rider Jatuh ke Laut Belum Ditemukan