Ahli Sebut Perkara Pidana Edy Rustandi Janggal

Tanjungpinang, IsuKepri.com – Seorang ahli hukum pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Dr. Eddy OS Hiariej menyebutkan, kasus perkara tindak pidana atas terdakwa Edy Rustandi ada yang janggal. Pasalnya, dakwaan yang disangkakan terhadap terdakwa pasal 263 ayat 2. Dalam penetapan pasal itu, mesti ada orang lain yang didakwa dengan pasal 263 ayat 1.

Hal itu, diungkapkan ahli hukum pidana dalam keterangannya pada sidang lanjutan atas perkara dugaan penggunaan surat palsu terhadap lahan seluas 40 ribu meter persegi di Dompak yang didakwakan terhadap terdakwa Edy Rustandi di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Kamis (13/2).

Dalam perkara ini, saudara Edy didakwa dengan pasal 263 ayat 2. Ini artinya, saudara Edy disangkakan menggunakan surat palsu. Dalam hal ini, tentu ada orang yang memalsukan, dan siapa yang memasulkannya, ucap Ahli Hukum Pidana, Prof. Dr. Eddy dalam sidang.

Sedangkan, kata dia, mengenai pasal pemalsuan tersebut, harus bisa dipahami. Seperti pemalsuan pembanding, tapi kalau buat palsu tak ada pembandingnya.

Untuk itu, perlu juga kita pahami dalam pemalsuan formil dan materil. Contoh pemalsuan formil itu seperti memalsukan kop surat. Sementara, pasal 263 ayat 2 yang didakwakan terhadap saudara Edy Rustandi ini adalah menggunakan surat palsu, katanya.

Selain itu, lanjut Ahli Hukum Pidana ini, jika seseorang tidak mengetahui surat itu adalah surat palsu dan menggunakannya, berarti orang tersebut tidak berniat jahat.

Namun, hal itu juga perlu pembutian seperti kesengajaan, atau tidak sengaja. Dalam perkara ini, pendapat saya adalah originallitas surat tersebut, kalau menyatakan akta autentik tidak lain tidak bukan adalah itu data autentik.

Sementara, ungkap Ahli, jika seseorang menggunakan surat palsu yang didakwa dalam pasal 263 ayat 2 dan didalam isi surat itu palsu, atau dipalsukan dan siapa yang memalsukannya.

Namun, orang yang disangkakan diketahui menggunakan surat palsu itu dalam pemeriksaan, hal itu sebelumnya perlu adanya pembuktian. Dalam pembuktian itu juga ada bukti relevan. ‘Wit off road’ itu adalah kekuatan pembuktian. Serta alat bukti lainnya. Hal ini kalau kita berbicara kontek pembuktian dalam kontek perkara perdata dan pidana, tuturnya.

Menurut Ahli, dalam konteks perdata tentu akan mengadakan bukti, jika dikemudian hari ada pengekuatan pembuktiannya. Sedangkan, dalam konteks perkara pidana, tentu orang akan berusaha menghilangkan barang bukti. Dan hal ini sangat beda dengan perkara perdata, sebab dalam perkara perdata, orang akan berusahasa mencari pembuktian, ujarnya.

Pada intinya, menurut Ahli, harus dibuktikan dulu siapa tersangka dari 263 ayat 1, baru bisa disangkakan pada pasal 263 ayat 2 tersebut.

Untuk itu, kita perlu mengetahui siapa tersangka dari pasal 263 ayat 1 – nya, dan siapa tersangkanya. Saya berpendapat, persangkaan yang disangkakan terhadap pasal 263 ayat 2 ini tidak wajar. Seharusnya, harus dilakukan pembuktian terhadap pasal 263 ayat 1 terlebih dahulu, papar Ahli.

Sementara, terdakwa Edy Rustandi mengaku, dalam perkara tersebut, ia didakwa dengan dua pasal, yaitu pasal 263 ayat 2 dan pasal 266, yang disangkakan menggunakan surat palsu.

Usai mendengar keterangan Ahli Hukum Pidana dari UGM, Prof. Dr. Eddy, dan keterangan tim penasehat hukum terdakwa Edy Rustandi, serta tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ketua Majelis Fathul Mujib menunda sudang dan akan kembali di gelar pada Senin (17/2) mendatang. (ALPIAN TANJUNG)

Alpian Tanjung

Read Previous

BPJS Ketenagakerjaan Berikan Jaminan dengan Bunga Terbesar

Read Next

DPD KNPI Batam Harus dari Kalangan Pemuda