Raja Jalanan Ala Vooridjer Hebat Dari Raja Rimba

DIAN FADILLAH, S.Sos

KETUA PKBM SUARA LAMPION TANJUNGPINANG

 Vooridjer oh Vooridjer kau hanyalah sebuah kendaraan. Kau juga adalah raja jalanan, dan kehebatan mu lebih hebat dari Raja Rimba. Kau berkuasa menghalau segala sesuatu yang ada di depan untuk suatu tujuan agar kau mencapai tujuan.

Dewasa ini sering kali pembahasan tentang Vooridjer dimana – mana. Ada yang melalui StasiunTelevisi ada juga di media massa lainnya apalagi di masyarakat umum. Hampir sebahagian besar tidak mengenal istilah Vooridjer tapi kebanyakan hanya mengenal dengan nama alias yaitu Patwalato Pasukan Pengawalan yang dilakukan secara khusus. Dari mulut masyarakat di dengar bahwa banyak yang mengeluh tentang adanya ketidak adilan di jalan raya. Sebagai contoh yang paling konkrit adalah disaat jalanan macet dengan ramainya kendaraan kok disuruh minggir, padahal rangakaian kendaraannya cuma 1 – 2 mobil saja.

Lebih mirisnya lagi ternyata bukan kepala Negara, kepala daerah atau pejabat – pejabat sekelas, tapi bisa dari club – club biker, vespa, motor gede motor kecil atau partai juga menggunakan makhluk yang disebut vooridjer ini padahal toh merekakan sama kastanya dengan masyarakat yang di jalan dan mungkin kali, Cuma menang duit saja untuk menyewa vooridjer (he he he).

Berdasarkan ketentuan Pasal 59 dan penjelasan Pasal 59 Undang – undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) dinyatakan bahwa yang diprioritaskan di jalan adalah Kendaraan bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, Pemadam Kebakaran, Ambulan, Palang Merah Indonesia, Rescue dan Jenazah.

Soal yang sama juga dijelaskan di Pasal 65 PP No. 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan yaitu kendaraan Pemadam Kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulan menganggkut orang sakit, kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan Kepala Negara atau pemerintah asing yang menjadi tamu negara, iring – iringan pengantaran jenazah, konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat, kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang – barang khusus.

Nah, apabila di usut punya usut ternyata Vooridjer itu bisa di booking alias disewa (Rental). Untuk hitungannya (bisa per jam/ hari) dan juga bisa ditawar sesuai kesepakatan (Informasi dari konsumen yang sempat menggunakan jasanya). Mari kita perhatikan di kawasan wisata terpadu yang dikenal dengan Pulau Dewata yaitu Pulau Bali.

Mereka biasa menggunakan vooridjer untuk mengawal turis – turis asing (meskipun hanya mengawal 1 mobil dan parahnya lagi biasanya mereka mengadakan transaksi tawar menawar sesuai kebutuhan dengan harga minimal sekitar Rp1 juta, malah ada yang dibawah atau diatas itu. Pada suatu ketika di jalanan ibukota Jakarta ternyata raja jalanan atau raja rimba bukan hanya dilakukan oleh pengemudi bus, metromini, bajaj atau mikrolet saja melainkan pejabat-pun rupa – rupanya nggak mau kalah dengan gaya Cowboy ala supir ibukota.

Bedanya, kalau supir angkutan umum grasak – grusuk (karena rebutan penumpang dan kejar setoran untuk big boss). Kalau pejabat (hanya buat kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang banyak). Biasanya hal ini terjadi di sore hari, pagi atau kesibukan jalan bubarnya kantor pada pukul 16.00 WIB atau pukul 17.30 WIB dimana waktu padat – padatnya arus lalulintas tiba – tiba. Nguing.. nguing… wookk…. nguing….Wookk (Raungan sirene dari jauh sudah terdengar). Wah… ada rombongan pejabat pulang nih, aduh keterlaluan mereportkan. Makin dekat suara sirine vooridjer semakin memekakkan telinga sampai mungkin ada yang mendoakan hal yang tidak – tidak untuk si pengendara.

Apakah anda tahu pada saat tingkat stress masyarakat mulai memuncak dimana pekerja yang sudah seharian dengan penat bergelut dengan rutinitas tugas dan ingin segera bertemu keluarga, tiba – tiba menjumpai ada pejabat yang maunya menang sendiri seperti ini. Mungkin Sang pejabat-pun semakin merasa gagah dan pongah tatkala dua vooridjer yang menggunakan motor ber – Cc besar meliuk – liuk menghalau ratusan kendaraan di depannya.

Kami di Tanjungpinang yang bermotor atau malahan bersepeda secara tidak terencana ‘mengiringi’ mulai dari awal Km 6  sampai – sampai simpang Batu 10. Kami mendengar tak henti – hentinya sang pengawal memainkan sirene sekedar mau menunjukkan, awas ada orang penting mau lewat. Bisa dibayangkan mental seperti apa yang dimiliki ?.

Apakah kita masih menggunakan warisan feodalisme belanda ataupun jepang? Emangnya jalan itu siapa yang bangun? Kami juga ikut membangun jalan itu dengan membayar pajak.

Cobalah sedikit bertenggang rasa dengan pengguna jalan lainnya. Lihat bagaimana penumpang angkutan umum dan ojek yang terus mengipas – ngipas tubuh karena kepanasan. Disisi lain hal yang sama juga berlaku untuk pengendara roda dua yang setiap harinya bermandikan asap dan debu. Please think about thatdeh

Coba pikirkan kembali kalau anda di posisi kami. Anda harusnya tahu bagaimana sikap kami dari warga sipil dengan kedatangan Vooridjer ?. Kami diatas mobil dan motor sudah mulai gelisah, sebentar tengok kekiri sebentar tengok kekanan dan kebelakang untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya tentang siapa pengganggu jalan pada saat itu? Apakah mungkin sangat di maklumi apabila yang lewat adalah RI – 1 atau RI – 2, ambulan orang meninggal, atau rombongan REO yang mengangkut personel TNI atau Polri yang biasanya mau ngandang kemarkas masing – masing.

Terkadang yang menyesakkan dada kita malahan ampungusti ampun setelah orang – orang pada minggir nggak tahunya yang mau lewat cuma satu mobil pejabat dikawal dua orang vooridjer. Satu dari pihak kepolisian, satunya lagi dari Dinas Perhubungan. Apalagi kalau hanya supir ambulan yang ngebut (mau dilempar saja itu mobil). Sempat ada suatu pertanyaan yang ada di pikiran saya, apakah bapak pejabat ini baru pertama kali hidup di sini dan mau pamer, ‘saya ini pejabat lho’.

Mestinya kalau sudah terbiasa hidup di Tanjungpinang dia harusnya tahu kalau masyarakat kita itu masyarakat yang mau ketenangan dan jangan dipancing dengan keributan. Kalau tidak mau ikut pola Tanjungpinang ya silahkan angkat kaki dari sini.

Kalaulah bapak atau ibu pejabat pernah merasakan betapa susah dan deritanya jadi warga biasa di tingkat grass rute. Pasti malu naik mobil mewah dikawal vooridjer. Tentunya akan ada suatu renungan dan pemikiran sehat mengapa pada saat orang lain pada bermacet ria tapi saya yang sudah duduk enak dan nyaman di mobil ber-AC, kok bisa – bisanya ingin lebih untuk jalan yang lancar?

Saya punya masukan berupa usulan sebagai warga kebanyakan kepada bapak/ ibu yang terhormat pengguna jasa Vooridjer :

Kalaulah tidak terlalu penting tak usahlah menggunakan jasa voordijer pada jam – jam padat kalau boleh jam 12 malam biar dikejar orang sekampung atau se kota. Suara sirenenya malah buat panik dangernya (Masih untung kalau nggak sekalian disumpahin).

Cari waktu dimana jalan mulai lengang, biasanya diatas jam delapan malam, atau antara jam 1 – 2 siang. Waktu – waktu tersebut lumayan bebas untuk digunakan.

Kalaupun tetap juga menggunakan jasa pengawalan dan ingin tetap dianggap pejabat tinggalkanlah kendaraan mewah bapak di kantor atau rumah. Mulai biasakan membonceng bersama vooridjer. Anda tidak akan terjebak macet karena bisa selap-selip naik motor bersama sang pengawal.

Jangan takut anda masih tetap seorang pejabat kok karena masih dikawal vooridjer meskipun cuma dibonceng.

Wassalam untuk masyarakat Tanjungpinang dan Provinsi Kepulauan Riau. (*)

Alpian Tanjung

Read Previous

ULP Wujudkan Proses Pelaksanaan Barang/Jasa Lebih Efesien

Read Next

Jus Buah Segar dengan Harga Ekonomis