Riama Ngaku Miris Terhadap Pendidikan Dikawasan Perbatasan

Batam, IsuKepri.com – Seorang Tokoh Akademisi, Riama Manurung, mengaku miris terhadap potret pendidikan dikawasan perbatasan dan masih jauh dengan yang diharapkan. Akan hal itu, perhatian pemerintah terhadap anak – anak bangsa, khususnya dikawasan perbatasan yang berprestasi tersebut, sehingga terciptanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

Apabila tidak diperhatikan, maka Indonesia akan kehilangan Suber Daya Manusia yang dapat mengelola Sumber Daya Alam untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat, ujar Riama saat menjadi narasumber dalam kegiatan Sarasehan Perbatasan yang digelar oleh Komunitas Merah Putih Kepulauan Riau di Kecamatan Nongsa, Batam, Sabtu (28/9).

Menurut dia, hal itu diketahuinya ketika melakukan perjalanan pada September 2013 lalu, di salah satu daerah perbatasan. Selain itu, Riama juga masih banyak menemukan bangunan sekolah yang tidak layak, serta beberapa anak yang putus sekolah.

Dalam hal ini, pemerintah juga harus memperhatikan kompetensi para guru pengajar di perbatasan, karena peran guru dalam mendidik anak bangsa sangat berpengaruh, tutur Riama.

Ia mengemukakan, pendidikan itu perlu mendapatkan perhatian serius dikawasan perbatasan. Tambah lagi, anak – anak dikawasan perbatasan tidak semuanya bisa menikmati indahnya berpendidikan layaknya orang di kota besar.

Padahal, pendidikan itu merupakan hak seorang anak bangsa ini. Namun, karena sarana pendidikan yang belum memadai, maka banyak anak – anak perbatasan yang hanya tamat pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD), bahkan ada juga yang tidak tamat SD,” ujar Riama.

Disamping itu, Riama juga menyinggung terkait pernikahan antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing marak terjadi di perbatasan. Permasalahan tersebut, sudah merambah ke daerah – daerah hinterland, dikahwatirkan akan terjadinya pengikisan semangat Nasionalisme di perbatasan. Keberadaan nikah beda Negara itu, biasaya dipicu oleh faktor kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan.

“Nikah beda agama kian marak terjadi, padahal sudah ada aturan perundang – undangan yang mengatur. Hal ini, sangat terkait dengan status kewarganegaraan. Biasanya wanita adalah warga negara Indonesia dan prianya adalah warga negara asing,” ucapnya. (CR02)

Alpian Tanjung

Read Previous

Harry Minta Pemerintah Perhatikan Wilayah Perbatasan

Read Next

Ahar Sebut Globalisasi Permasalahan Dasar di Perbatasan