Suprapto Ciptakan Buku Tentang Perbatasan

Tanjungpinang, IsuKepri.com – Ketua Komunitas Merah Putih, Suprapto, menciptakan sebuah buku yang berisikan berbagai informasi dan permasalahan selama melakukan penelusuran terhadap 19 pulau terdepan di Provinsi Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Negara Malaysia dan Singapura.

Dalam buku perbatasan itu juga, Suprapto menuangkan hasil penelusurannya selama beberapa tahun terakhir didaerah perbatasan. Dari hasil penelusurannya, daerah pulau diperbatasan perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah.

Pemerintah, sebagai decision maker, perlu diingatkan, agar terus memprioritaskan pembangunan diperbatasan, terutama peningkatan kesejahteraan. Untuk itu, kita tidak ingin, isu perbatasan hanya sebagai lips service saja. Kehadiran negara di perbatasan harus benar – benar terasa, apalagi banyak permasalahan diperbatasan Kepri yang belum juga kunjung terselesaikan, ujar Ketua Komunitas Merah Putih, Suprapto dihadapan ratusan Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) saat bedah buku Merah Putih di Perbatasan di Kampus UMRAH, Senggarang Tanjungpinang, Selasa (27/8).

Selain itu, kehadiran buku perbatasan ini, kata dia, merupakan upaya untuk berbagi informasi terhadap 19 pulau terdepan, yang merupakan beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan, untuk menjaga pulau – pulau tersebut bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi hanya 5 pulau yang berpenghuni, yaitu Pulau Senua, Sekatung, Subi Kecil, Karimun Kecil dan Pulau Pelampong.

“Buku ini, berisi mengenai perjalanan kami menyusuri perbatasan, dari perbatasan Natuna, Anambas, Karimun, Batam dan Bintan. Selama berkeliling perbatasan, kami mengadakan kegiatan seminar kebangsaan dan dialog bersama masyarakat dipulau – pulau terluar. Hal ini, kita lakukan untuk memberikan advokasi kepada masyarakat yang jauh dari akses informasi,” tuturnya.

Selain itu, buku yang berisi 250 lembar tersebut, juga berisi testimoni masyarakat perbatasan yang dirangkum saat kegiatan seminar kebangsaan. Dari nelayan hingga testimoni Wakil Gubernur Kepri disajikan kepada pembaca, agar dapat digunakan sebagai bahan rujukan dan menggambarkan keinginan dan harapan masyarakat perbatasan.

Buku “Merah Putih di Perbatasan Kepri” di susun oleh 4 orang mahasiswa Umrah. Mereka adalah Suprapto yang merupakan alumni Fakultas Teknik Umrah, Edi Saputra, mahasiswa Fakultas Ekonomi Umrah, Karyano Efiandi, Mahasiswa Fakultas Teknik dan Masirwan, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Umrah.

Serumpun Melayu

Salah satu isu perbatasan yang diangkat adalah mengenai isu serumpun melayu. Serumpun melayu merupakan solidaritas etnis yang terjalin dengan Singapura dan terlebih Malaysia yang bersumber dari kesamaan rumpun kerajaan, yakni melayu.

Kesamaan ini, berimbas kepada lahirnya tali persaudaraan dan nilai kekerabatan yang terjalin oleh sanak saudara yang berada diberbagai Negara tetangga, ujarnya.

Dampak yang timbul dari adanya hubungan ini, kata dia, adalah masyarakat perbatasan Kepulauan Riau secara psikologis tidak pernah merasakan aura konflik dengan saudara satu rumpun-nya, meski isu konflik yang berkaitan dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW) atau penangkapan nelayan berkembang sangat panas di ibukota.

Jadi, rasa persaudaraan dari hubungan satu rumpun ini, dapat menjadi perekat hubungan antara masyarakat, katanya.

Salah satu penulis, Edi Saputra mengatakan, bahwa serumpun melayu saat ini, seolah – olah menjadi konsumsi publik. Padahal, serumpun ini, sedikit banyak memberikan dampak positif dan negatif.

“Kesamaan satu rumpun ini tidak dapat menjadi benteng untuk Negara Indonesia dalam menghadapi permasalahan perbatasan yang selama ini terjadi. Masyarakat melayu Kepulauan Riau yang selalau tertindas dengan perlakuan saudara serumpunnya, bahkan pekerja Indoensia diperlakukan dengan tidak manusiawi, dan sudah tidak asing lagi kita dengar, ucapnya.

Pemerintah, kata dia, selalu berusaha untuk menghentikan permasalahan pembantaian para TKW, hanya mampu untuk beretorika tanpa hasil nyata yang dirasakan oleh para TKI dan TKW yang merupakan penghasil, Devisa terbesar Negara.

Kesamaan serumpun yang dahulunya menjadi kekuatan kerajaan melayu dalam mengusir dan melawan penjajah, kini sudah terkontaminasi dengan urusan perut, urusan kekuasaan, urusan siapa yang kuat dan siapa yang lemah. Dan ternyata etika persamaan serumpun hanya berlaku pada zaman kerajaan dan tidak efektif diterapkan di zaman sekarang yang semuanya mengejar kekuasaan dan pamoritas, ucapnya.

Dalam bedah buku tersebut, panitia pelaksana menghadirkan salah satu penulis perbatasan Kepri yakni Trisno Adji Putra, yang juga dosen Fakultas Ilmu Keguruan Umrah. Trisno mengatakan bahwa buku-buku yang membahas mengenai perbatasan perlu terus di giatkan. Hal ini dilakukan agar, masyarakat perbatasan yang terbelakang dan jauh dari kata sejahtera dapat segera dicarikan solusi.

“Dengan buku, kita akan membuka cakrawala dan mengakses informasi. Banyak hal – hal diperbatasan yang perlu kita tulis, dan karya tulis buku merupakan aset yang tidak akan pernah hilang,” ujarnya. (isukepri)

Alpian Tanjung

Read Previous

Tjetjep: Pembangunan RSUP Kepri Dijadikan Multi Years

Read Next

Warga Keluhkan Kartu Token Sering Bermasalah