Beni dan Mesin Penetas Telur

Sebuah hobi yang mungkin agak rancu didengar, namun ternyata memiliki peran penting dalam menggapai kesuksesan. Itulah awal dari keberhasilan seorang pengusaha ayam kampung di Kawal Bintan, yang berhasil merubah kehidupannya dari serba kekurangan menjadi kehidupan yang lebih baik dan patut diacungkan jempol.

Pemilik nama Beni (41) ini awalnya adalah pelajar yang tidak mampu menyelesaikan studinya di bangku Sekolah Menengah Pertama, berbagai indikasi kehidupan dan keluarga membuatnya harus hengkang dari pergulatan dengan buku dan pena.

Akan tetapi, dengan kondisi yang tidak tuntas program pendidikan 9 tahun tersebut, Beni memiliki ide-ide yang mampu menjembataninya ke seberang keberhasilan. Ide tersebut diperolah dari sebuah hobi yang menyukai budi daya ayam kampung.

Terkait peternakan ayam hingga ke penetasan telurnya merupakan hobi saya sejak kecil, sehingga dari hobi tersebutlah saya termotivasi untuk terus maju meski tanpa pendidikan yang layak, imbuhnya.

Sangking gemarnya terhadap dunia petenakan, Beni pun mulai mencari celah dasar untuk mengembangkan bakatnya, dan celah tersebut adalah bisa membuat suatu alat untuk penetasan telur ayam, yang tentunya perkembangbiakan ayam akan baik jika didapat dari penetasan yang baik pula.

Saya memilih menjadi pengusaha ayam, karena ayam adalah hewan dengan prospek kedepan yang sangat bagus dan menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari berbanding jenis hewan ternak lainnya, kata pria Chinese tersebut.

Pada 1997 silam, Beni mulai mewujudkan niatnya itu dalam sebuah penelitian yang ia lakukan sendiri untuk bisa membuat mesin penetasan telur ayam. Meskipun ia menyadari tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan formal terhadap hal-hal yang terkait mesin dan elektronik.

Seiring berjalannya waktu, terciptalah mesin penetasan tersebut, namun ketika melakukan pengujian itu, Beni mengambil telur bebek sebagai percobaan dari mesin buatannya. Namun, tak semudah yang dibayangkan, tenyata prospek telur bebek yang ia uji cobakan pada mesin, tidak memilik kejelasan, dan Beni pun memberhentikan budi daya telur bebek seketika itu pula.

Semakin bertambahnya waktu, perubahan dan perubahan terus dilakukannya pada mesin penetasan tersebut, sampai-sampai untuk Beni pernah tertidur di dalam mesin.

Dari 1997 hingga 2010, perubahan terhadap mesin penetasan terus menerus saya lakukan, sampai-sampai saya tertidur di dalam mesin untuk mengetahui kesalahan dalam pembuatan mesin penetasan itu, kata ayah dari 3 orang anak tersebut.

Mimik wajah Beni yang kini tampak semangat dan penuh keyakinan itu, tidaklah sama ketika ia melewati masa-masa pembuatan mesin tersebut. Suami dari Asih (39) itu sempat patah semangat, mengingat mesin penetasan yang ia buat, kurang memiliki kemajuan apa-apa.

Berkat dukungan abang kandungnya Suikaw, dan doa dari keluarga, pada 2010, lahirlah mesin penetasan telur yang sempurna sebagai mana yang ia inginkan.

Sudah banyak kerugian yang saya alami untuk membuat mesin penetas telur yang sempurna ini selama 1997 hingga 2010, ujarnya.

Kini mesin ciptaannya sudah mampu menjawab segala titik jenuh dan usahanya selama ini, sampai – sampai sekarang, selain memiliki mesin penetasan telur sendiri, ia juga sudah memiliki peternakan ayam kampung sebanyak 28 kandang, yang setiap minggunya, penetasan telur dari mesin tersebut menghasilkan 1200 anak ayam dari 1400 telur yang ada.

Lanjut ke tahap penjualan ayam, 70 hari ke depan dari penetasan tersebut, Beni sudah bisa menjual ayam-ayamnya dengan berat rata-rata 1KG seharga Rp43.000 per ekor.

Mengapa Beni memilih ayam kampung sebagai ternaknya?. Karena baginya, ayam kampung jauh lebih sehat untuk dikonsumsi masyarakat dari pada ayam daging yang banyak pengaruh zat kimia.

Saya berharap, masyarakat bisa mengkonsumsi ayam kampung karena ayam kampung jauh lebih sehat berbanding dengan ayak daging. Dan usaha ini akan terus saya kembangkan hingga ke seluruh pelosok Kepulauan Riau, harap Beni. (Saud MC)

suprapto

Read Previous

Bawang impor geser bawang lokal

Read Next

Batagor Sunda di Tanah Melayu