Setujukah Kundur Jadi Kabupaten?

Oleh: Dody Nofriandi

Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Kundur (HIMK) Tanjungpinang

Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji

 

Tahukah Anda mengenai Badan Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur (BP2K3)?

“‘”‘Pemekaran tidak membawa kerugian karena pemekaran merupakan suatu tindakan percepatan pembangunan di daerah & jarak atau rentang kendali pemerintah dengan masyarakatnya. Dengan terbentuknya Kab. Kundur, otomatis infrastruktur & fasilitas umum juga akan membaik. Seperti RSUD, Kantor Dinas Kependudukan hingga masyarakat mudah mendapatkan pelayanan seperti pembuatan KTP, akta & lainnya.

Demikian pernyataan yang pernah dilontarkan oleh Dewan Penyantun dan Penggerak Utama BP2K3, Drs. Abdul Malik, MM.

Tentu saudara/i akan banyak sekali yang setuju. Sebab kita akan menjadi kabupaten, kabupaten itu maju pada umumnya. Sarana-prasarana dilengkapi. Pembangunan dimana-mana. Jalan-jalan diaspal ribuan kilometer. Perkebunan meluas. Pabrik pun demikian. Dan banyak lapangan pekerjaan.

Yang pada akhirnya, kesejahteraan?

Apa benar demikian?

Itu segi positifnya & memang benar banyak manfaat-manfaat lainnya dari sebuah “‘menjadi kabupaten”‘. Namun alangkah baiknya kita juga memperhatikan dengan bijak atas apa yang akan terjadi nantinya. Sebab keputusan ini berlaku dalam jangka waktu yang lama- hasilnya, jangan hanya mengiyakan tanpa tahu benar mana akibat & mana manfaat.

Coba Anda lihat!

Masih kurang nyamankah daerah kita ini?

Kurang damai atau kurang amankah?

Siapkah kita dengan (umumnya ini yang akan terjadi dalam proses yang disebut dengan “‘maju”‘ itu & ini hasil dari “‘proses maju”‘ yang tidak dapat dihindari);

1. Nanti di setiap rambu lalu lintas, pelabuhan dan objek vital lainnya akan dipenuhi oleh peminta-minta dan pengamen. Bukan bermaksud melarang cara mencari nafkah mereka. Namun ini akan menjadi perusak atas kenyamanan yang berlaku saat ini.

2. Pernahkah Anda mendengar tawuran? Entah itu antar warga—antar geng motor—atau antar apa sajalah. Mungkin kita tidak akan “‘betekak”‘ dengan orang kita sendiri, tapi siapa tahu dengan masyarakat hasil migrasi yang ingin merubah nasib mereka?

Dalam “‘proses maju”‘, orang seberang tentu berpikir daerah kita sebagai kesempatan untuk juga menjadi maju.

3. Alhamdulillah, saya belum pernah mendengar perampokan/pembunuhan menggunakan senjata api di pulau kita ini. Dan moga-moga tidak akan pernah terjadi. Tapi entah lah. . .

Sebab umumnya, ‘semakin maju ekonomi sebuah daerah maka akan semakin maju pula tingkat kriminalitas (baik kualitas maupun kuantitas)’. Entah teori mata pelajaran ekonomi bagian apa yang saya kutip. Yang jelas itu lebih dari nyata.

4. Kita akan melihat banyak pejabat-pejabat yang akan kaya mendadak. Bukan bermaksud ingin berburuk sangka. Namun sudah menjadi rahasia bersama bahwa KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) telah menjadi sebuah paham/ideologi di negri ini. Di tingkat pusat sendiri seperti sudah lahir motto kerja “‘tidak korupsi, itu tidak keren”‘.

5. Nanti kita jangan gigit jari saat yang mengurus rumah tangga kita itu orang dari kampung seberang. Rumah tangga disini dalam artian birokrasi—sistim yang akan mengurus kita, misalnya administrasi.

Dalam hal ini akan banyak tenaga dari luar untuk mengisi “‘elemen subur”‘ yaitu PNS. Alih-alih kita demo, meminta putra daerah untuk juga mendapat percikan elemen subur itu. Memang putra daerah nanti diutamakan, tapi perbandingannya paling-paling 40:60. 40% untuk kita, 60% dari Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpen-RB). Itu telah menjadi sistim, harga mati. Jadi, jangan terlalu banyak berharap dapat merasakan nikmatnya percikan tersebut.

Masyarakat nanti juga jangan iri. Sebab lebih dari 60% APBN Republik Indonesia habis digunakan hanya untuk membiayai belanja kepegawaian. Dan secara rata-rata nasional daerah di Indonesia menggunakan lebih dari 60% APBD mereka juga hanya untuk belanja pegawai. Nanti sisanya baru untuk kita. Kan masih ada kurang dari 40%. Cukup lah! Kurang dari 40% itu akan dibagi-bagi lagi untuk pembangunan sekian. Kesehatan sekian. Pendidikan sekian. Sarana & prasarana sekian. Untuk koruptor sekian. Dan sekian-sekian lainnya. Kasihan!

Intinya nanti yang berpendidikan yang diutamakan untuk mengisi elemen subur tadi. Terus yang tamatan SMA, atau SMP, atau bahkan SD, atau malah TK, ah jangan-jangan ada pula yang tak bersekolah, akan jadi apa mereka?

Paling bahagia mereka akan jadi buruh kasar. Kan proyek yang “‘di-mark up”‘ tentu banyak. Mereka bisa jadi buruh kasar di perkebunan-perkebunan karet atau sawit. Buruh kasar di pabrik aspal. Buruh kasar pada pembangunan gedung-gedung manusia terhormat, entah itu manusia terhormat anggota Dewan Suci (DPRD) atau pula Dewa Suci (si Bupati).

Tapi benarkah akan banyak perusahaan yang membuka pabriknya di Pulau Kundur?

Yang akan menyerap banyak tenaga kerja, sekaligus menumpas pengangguran-pengangguran sukses yang ada saat ini? Pengangguran sukses itu bisa saja para sarjana yang sedang menganggur. Tentu mereka akan mendukung sekali demi terwujudnya kabupaten, berdoa harap moga-moga sebagai bagian dari putra daerah yang 40% tadi.

Jawabannya, entahlah. Tentu perusahaan-perusahaan itu akan banyak sekali perhitungannya.

“Di sini (Pulau Kundur) kan bukan termasuk FTZ Batam-Bintan-Karimun. Tentu ribet untuk ini, untuk itu, sogok ini & sogok itu. FTZ BBK saja pemerintah pusatnya menjalankan setengah hati. Lebih mudah perdagangan bebas di Malaysia & Thailand. Padahal dulu sewaktu Otorita Batam dipegang Habibie, Batam-kan jadi kota industri percontohan bagi banyak negara pada waktu itu.

Lah sekarang jadi kayak gini?

Jiah, aku kok ngelantur kemana-mana. Padahal tadi kan cuma mau mengkalkulasi jika mendirikan pabrik di Kundur. Ah, au ah. Galau :p 

6. Akan lahir “Lingkaran Suci”

Lingkaran Suci merupakan struktur antar lembaga resmi yang tersembunyi, hubungan timbal balik antara lembaga pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif) + pengusaha yang bertujuan mencapai tujuan mereka sendiri.

Sebagai contoh:

“Si Pengusaha ingin membuka—apalah gitu yang membutuhkan banyak lahan. Si Pengusaha tentu akan meminta izin dari Si Eksekutif. Seperti pada sinetron umumnya, di beri bumbu masalah agar lebih seru. Bumbu itu, ya itu tadi,  lahan. Lahan itu milik masyarakat. Masyarakat itu tidak semuanya setuju menjual lahan mereka. Ha, pada kejadian yang seperti inilah Lingkaran Suci akan melaksanakan tugasnya. Maka Si Eksekutif bersama Si Yudikatif akan bermusyawarah untuk bermufakat. Kemudian Si Yudikatif melalui pengadilan akan memutuskan bahwa lahan masyarakat yang bermasalah itu ialah “bla. . bla. . bla. . & bla. .”

Cerita ini berlaku juga untuk Si Legislatif. Bagaimana kisahnya? Coba lihat di Metro Tv atau TVone, perhatikan perangai Lingkaran Suci diberbagai daerah lainnya. Hampir sama seperti itulah cara kerjanya. Yang jelas akan berakhir happy ending bagi si Pengusaha, Lingkaran Suci pada umumnya.

7. Kemerdekaan Bagi Tempat Hiburan (yang negatif)

Setelah sekian tahun kita sebagai kabupaten yang terus “‘maju”‘, maka akan lahir (lagi) tempat-tempat maksiat. Lebih banyak. Lebih berkelas. Lebih keren. Entah itu diskotik, prostitusi & banyak lagi hal-hal yang menyenangkan bagi “‘mereka”‘. Tapi kita jangan takut. Tetap harus tenang. Harus yakin akan adanya manfaat. Dalam hal ini tetap akan ada yang sejahtera. Penjual kondom & narkotika akan lebih bahagia dari biasanya.

Pada poin 7 ini mengulang poin 3 sebenarnya. Mengenai teori “‘semakin maju ekonomi sebuah daerah maka akan semakin maju pula tingkat kriminalitas (baik kualitas maupun kuantitas)”‘.

Entah mengapa saya suka sekali dengan teori tersebut. Terasa amat bermakna. Masuk akalkah teori itu?

Tentu saja.

Mengapa demikian?

Karena seperti itulah peradaban. Tuntutan zaman. Nanti saat kita telah memiliki koran sendiri seperti Batampos, Posmetro, atau sebagainya. Mungkin dengan nama Kundur Pos, atau apalah. Terserah. Yang jelas saat kita membaca “‘koran kita”‘, baru kita sadar (atau tidak sengaja tersadar) bahwa kabupaten itu akan benar-benar membawa perubahan. Seimbang antara positif & negatif. Memang benar kita akan maju. Maju sekali. Tidak terbantahkan kemajuannya. Juga tidak terbantahkan efek negatif dari sebuah kemajuan.

Sesungguhnya kehidupan ini adil, ia seimbang. Terus berusaha mempertahankan keseimbangannya. Seperti ada yang lahir, ada pula yang pergi. Ada yang bahagia, ada pula yang menderita. Ada yang maju, ada pula yang mundur.

Ah, mundur? Siapa yang mau?

Mungkin dalam hal ini mundur dalam artian peradaban, tepatnya moral kita. Pasti ada yang dikorbankan. Dan itu telah menjadi kodrat. Tidak terbantahkan. Sebab sesungguhnya kehidupan itu adil, ia seimbang. Terus berusaha mempertahankan keseimbangannya.

Yang tadinya nyaman, aman & damai akan berubah menjadi (judul di koran kita);

– Pelajar Marak Berzina

– ATM Dibobol, 46 Juta Lenyap

– Ditemukan Sesosok Mayat Pada Saluran Air

– 46 Hektare Lahan Warga Diserobot

– Nitrazepam Dijadikan Bahan Sabu

– 46 Ruko Ludes Terbakar

– Pembunuh Berantai Desa Gading Tertangkap

– Rumah Kontrakan Dijadikan Pabrik Ekstasi Beromset Rp. 46 Miliar

– Diduga terdapat “‘mark up”‘ Dana Pembangunan Gedung-Gedung Pemda K3

Semua kejadian itu terjadi di kampung kita. Dan yang paling seru, berita pemerkosaan. Lihat saja koran kabupaten kita sekarang, berita pemerkosaan (termasuk berita hiburannya pun ditulis mengarah ke sana) telah dijadikan kewajiban bagi koran tersebut.

Terhadap perkiraan itu semua, siapkah kita?

Jangan hanya pasang badan & berdiri gagah paling depan untuk memajukan Kundur dengan cara menjadi kabupaten, namun angkat tangan atau lupa atau malah melupakan mana akibat & mana manfaat.

Ape gune kite maju jikalau harapan merosak lebih nyate?

Tak ade gune gane.

Coba perhatikan Kundur dengan seksama!

Apa yang kurang?

Walau pada peta jarak kita satu jengkal dari ibukota negara, Alhamdulillah: harga sembako relatif stabil, keamanan yang kondusif, lalu lintas yang baik & lancar, kebersihan yang terjaga. Malah untuk kebersihan perlu digarisbawahi. Jika Pulau Kundur masuk nominasi Adipura maka pulau kita salah satu peraihnya. Bukan Tg. Pinang, ibukota provinsi kita itu lebih “‘beserak”‘ dibandingkan Tg. Batu. Itu menurut saya. Sekilas mata. Bukan survei para ahli.

Sekali lagi, apa yang kurang?

Lapangan pekerjaan?

Lah, nanti yang bisa jadi Bupati, DPRD, PNS & perangkat-perangkat lainnya hanya bagi yang memiliki gelar. Siapa yang berani menjamin bahwa yang tidak pernah bersekolah menjadi PNS?

Yang tamatan SD menjadi DPRD?

Yang tamatan SMP/SMA menjadi bupati?

Tidak ada jaminan. Tetap saja mereka menjadi babu, kuli, buruh & seperti itulah. Tidak lebih & mustahil lebih. Mungkin pendapatannya yang lebih.

Nah, jika pendapatannya sudah lebih. Siapa pula yang mau menjamin bahwa kebutuhan sehari-hari tetap sama sebelum menjadi kabupaten? Tidak ada. Malah kita akan tenggelam & lemas dengan sistim yang baru. Lebih rumit untuk bernafas. Sesak. Sempurna deritanya.

Memang untuk saat ini masyarakat Pulau Kundur tidaklah kaya. Pas-pasan malah. Tapi dengan kondisi yang sekarang, belum pernah terdengar kabar ada yang meninggal dunia karena kelaparan. Mereka yang belum mampu tetap dapat hidup dengan pekerjaan yang ada saat ini. Masih dapat bertahan, paling tidak untuk makan.

Sebab itu kriminalitas rendah disini.

Apa hubungannya? Mengertilah!

Kehidupan ini sungguh-sungguh saling terhubung. Sambung-menyambung menjadi satu. Benar-benar satu.

Masih belum paham?

Begini, misalnya ada yang bekerja namun penghasilannya tidak cukup untuk kesehariannya. Ia lelah. Ia bosan. Ia bingung. Namun ia belum stres. Ia cari jalan keluar. Jalan pintas agar cepat. Mencopet, andaikata. Itukan yang paling mudah. Atau apalah. Namun itu tidak berlaku bagi daerah kita. Sebab itu tadi, masih dapat bertahan.

Ah, sudahlah!

Kembali dipertanyakan, setujukah Anda Kecamatan Kundur menjadi Kabupaten Kepulauan Kundur?

Dikarenakan ini demokrasi, pro-konta itu biasa. Lumrah. Namun tetap harus dijaga keharmonisan yang telah lama terjalin. Jangan hanya karena perbedaan dalam menentukan nasib kampung kita, persaudaraan terkorbankan. Jangan!

Pesan buat yang pro-kabupaten;

Teruslah berjuang! Nanti setelah jadi, jangan lupa apa yang diperjuangkan.

Pesan buat yang kontra-kabupaten;

Ah, tidak ada sepertinya. Yakin sekali. Sekali maju, tetap maju!

Sedangkan saya?

Biarkan saja saya seorang diri. Sebetulnya saya masih bimbang. Serius, saya bimbang. Bingung malah. Benar-benar dipersimpangan jalan. Entah mau pilih yang mana.

Jika hanya satu kali saya ditanyakan dengan pertanyaan itu, jawabannya; TIDAK. Alasannya, ya itu tadi, ada 7 poin.

Jika ditanyakan untuk ke-2 kalinya, jawabannya; IYA. Setuju. Setuju sekali. Saya juga manusia. Sudah menjadi kodrat bahwa setiap manusia ingin “‘maju”‘.

Tidak mungkinkan selamanya kita seperti ini? Cepat atau lambat, hari itu akan segera datang. Jika kita yang tidak mengubahnya, maka waktu yang akan melaksanakan fungsinya. Kebetulan saya tidak suka menunggu, apalagi menunggu terkait dengan waktu. Itu akan terasa sangat membosankan.

 

 

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.

QS 13:11

 

“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai sesuatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa merdeka.”

Ir. Soekarno

 

“Lebih cepat, lebih baik.”

Jusuf Kalla

 

“Kaum yang ingin berubah namun berlebihan percaya dirinya, akan dipertanyakan kemerdekaannya. Lebih cepat runtuh malah.”

Aku

Karyano Efiandi

Read Previous

Pemilu Raya BEM FE UMRAH

Read Next

30 Jurnalis Ikuti Uji Kompetensi