FTZ Korban Ketidak Pengertian dan Ketidak Beranian

Oleh : Daniel Burhanuddin (Ketua Alfi Batam)

Tujuan daerah berstatus FTZ atau kawasan bebas adalah disiapkan untuk investasi dengan bahan baku yang dimasukan ke FTZ, diolah dan diekspor kembali. Mengingat di daerah FTZ ada penduduk, maka peraturan intinya kebutuhan dikawasan bebas mendapat pembebasan dari Bea Masuk, PPn, Pajak Penjualan Barang Mewah dan Cukai.

PP no. 2 th. 2009 dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 4 menyebutkan , kawasan bebas adalah kawasan didalam wilayah hukum NKRI yang terpisah dari daerah pabean Indonesia. Terus PP no. 2 th. 2009 dirubah menjadi PP no. 10 th 2012 dimana pasal 1 no. 5 juga menyebutkan kawasan bebas adalah kawasan yang berada dalam wilayah hukum NKRI yang terpisah dari daerah pabean Indonesia.

Jika melihat peraturan Menperindag RI no 27/M-DAG/PER/5/2012 yang selanjutnya dirubah menjadi no. 59/M-DAG/PER/9/2012 dimana keduanya pasal 1 ayat 1 menyebutkan impor adalah kegiatan memasukan barang kedalam daerah pabean Indonesia.

Mengingat bahwa daerah FTZ berstatus belum impor dengan terpisah dari daerah pabean Indonesia, maka semua permasalahan yang terjadi penerapan peraturan adalah salah yaitu pada saat dimasukan ke daerah FTZ dimana peraturan titipan Deperindag baru diterapkan jika kegiatan pemasukan ke daerah pabean dari kawasan bebas FTZ.

Penafsiran yang merugikan/menyalahi ketentuan FTZ seperti didalam wilayah NKRI harus mengikuti lainnya diwilayah NKRI sedangkan kata-kata terpisah dari daerah pabean dilupakan, ada lagi kalimat Pengawasan harus dilaksanakan Bea dan Cukai dan ini dijadikan penerapan peraturan titipan, padahal pengawasan oleh Bea dan Cukai setuju dan harus tetapi bukan penerapan peraturan masuk ke daerah pabean. Sekarang keluar lagi ketentuan Memperindag no 82/M-DAG/PER/12/2012 yang mengatur impor telepon celuler, komputer genggam dan kumputer tablet dan menurut pendapat kami itu hanya berlaku untuk kegiatan pemasukan ke daerah pabean Indonesia.

Seharusnya Dewan Kawasan berbuat sesuatu, tetapi tidak ada, yang ada Ketua Dewan Kawasan minta pengusaha sabar dan akan menanyakan ke pusat dan jawaban dari pusat pasti apa lagi… kan sesuatu itu sudah jelas atau ketidakmampuan menterjemahkan dimanfaatkan untuk kepentingan oleh pusat.

Mengenai pendapat telah terjadi multi tafsir tidak menjadi masalah tetapi Dewan Kawasan harus menafsirkan yang menguntungkan dan membenarkan kawasan bebas. Hal ini sangat penting karena menjadi tolak ukur investasi di kawasan FTZ.

Mengenai maraknya penyelundupan seperti yang terjadi dengan KM. Kelud awal November 2012 bukanlah status FTZ yang tidak benar, tetapi pengawasan barang keluar ke daerah pabean yang kurang maksmal. Yang jelas keberadaan pelabuhan diluar yang telah ditentukan yang menyebabkan maraknya penyelundupan dan akibat tidak berfungsinya KONTROL SYSTEM.

Saran dan pendapat kami sebaiknya komposisi keanggotaan Dewan Kawasan dievaluasi karena kemelut FTZ tidak perlu terjadi jika pengertian mengenai peraturan yang benar dan mempunyai keberanian memilih tafsir yang benar. FTZ telah menjadi korban ketidak pengertian dan ketidak beranian.

suprapto

Read Previous

JIM : Pemberian Mobil Dinas sesuai Dengan Kinerja

Read Next

Bengkel Sabda, Gelar Bakti Sosial di Air Mas