Tidak Hanya Ikan, Koordinasi pun Dicuri

BATAM, IsuKepri.Com — Maraknya pencurian ikan (ilegal fishing) di wilayah perairan Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Batam akan terus berlangsung dan sulit dihentikan. Ini akibat belum optimalnya koordinasi pihak-pihak terkait untuk bersungguh-sungguh dalam menghentikan aktifitas yang mengeruk sumber daya laut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri, Edi Wan dalam Seminar Perbatasan di Pulau Putri, Kamis (20/12/2012) mengakui minimnya koordinasi antar lintas instansi dalam menjaga dan mengawasi perairan Kepri. Tidak jarang, koordinasi yang dibangun justru menjadi bumerang dalam melakukan tindakan terhadap pelaku ilegal fishing dari nelayan asing.

“Masih banyak yang “nakal” dalam forum koordinasi lintas instansi. Begitu terjun ke lapangan, tidak kita temukan sama sekali pelaku ilegal fishing. Tapi kalau tanpa melalui koordinasi dan kita sendiri terjun ke lapangan secara mendadak, banyak kita temukan pelaku pencurian ikan dari nelayan asing di perairan Kepri,” ungkapnya.

Edi Wan menjelaskan, dalam setahun terjadi 150 kasus ilegal fishing di perairan Kepri. Dari jumlah tersebut, beberapa diantaranya naik hingga proses persidangan. Selebihnya tidak bisa diproses dan bebas.

“Dalam proses penyelesaian hukum, kalau sudah ditangkap, sebulan harus putus. Jika tidak, maka bebas. Sementara proses sidang memakan waktu,” jelasnya.

Dalam membangun koordinasi lintas sektoral terkait ilegal fishing, DKP Provinsi Kepri juga menyertakan pengawas-pengawas di tingkat Kabupaten/Kota. Untuk bersama-sama mengentaskan ilegal fishing, terutama bagi kapal-kapal asing yang menangkap ikan tidak menggunakan dokumen resmi.

Selain terhadap kapal asing yang tidak menggunakan dokumen resmi, pengawasan juga dilakukan terhadap kapal yang menggunakan alat tangkap tidak sesuai ketentuan. Kapal dengan bobot dibawah 10GT harus mendapatkan izin dari pemerintah Kabupaten/Kota dengan alat tangkap berupa pancing, pancing rawa dan bubu. Kapal dengan bobot 10GT-30GT, juga harus mendapat izin dari pemerintah Kabupaten/Kota dengan alat tangkap pancing panjang, jaring dan hanya bisa menangkap ikan mulai 4-12 mil. Sedangkan kapal bobot diatas 30GT, harus mendapat izin dari Kementerian dengan alat tangkap pukat dan operasi tangkapan diatas 12 mil atau lautan lepas.

“Pengawasan efektif dalam menjaga perairan hanya bisa dilakukan dengan memberdayakan masyarakat atau nelayan,” katanya.

Sedangkan terkait konflik nelayan di perbatasan antar dua negara, Indonesia baru memiliki kerjasama dengan Malaysia. Diantaranya, nelayan Indonesia yang masuk wilayah perairan Malaysia, tidak boleh ditangkap. Hanya boleh diusir dan dikembalikan ke wilayah perairan Indonesia, begitu juga sebaliknya.

Untuk menghindari banyak nelayan Indonesia masuk ke perairan negara lain, DKP Provinsi Kepri berupaya melatih para nelayan menggunakan GPS. Sehingga para nelayan Indonesia mengetahui jika telah masuk ke perairan negara lain dan bisa segera kembali ke perairan Indonesia. (eki)

iwan

Read Previous

Hasil Liga Premiere Inggris, Minggu 23-12-2012

Read Next

5cm, Persahabatan, Mimpi, Cinta, Petualangan