Penolakan kalangan pengusaha akan ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Gubernur Provinsi Kepri. Agar tidak menetapkan hasil rekomendasi DPK Batam dan mempertimbangkan angka yang ditawarkan pengusaha, UMK Batam Rp1.700.000.
BATAM, IsuKepri.Com — Meski telah diberikan forum resmi bagi pembahasan upah minimum kota (UMK) Batam 2013, pihak pengusaha dari perwakilan Apindo lebih memilih tidak hadir. Aspirasi pengusaha justru mereka sampaikan dari luar forum resmi, menolak penetapan UMK Batam 2013 Rp2.040.000. Alasannya klasik, belum ada kesepakatan dari pengusaha yang dalam forum itu hanya mengirimkan surat yang isinya meminta angka UMK Batam 2013 Rp1.700.000.
“Upah diatas Rp2 juta, mungkin hanya bisa direalisasikan Perusahaan Multi Nasional, sementara perusahaan lain, baik yang tergabung dalam real estate, kontraktor, Gapensi, AKLI menolak, karena tidak sanggup bayar,” Kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi Kepri, Johanes Kennedy didampingi Ketua KADIN Batam, Ahmad Ma”‘ruf, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya, Ketua Apindo Batam, OK Simatupang dan lainnya di Hotel Novotel, Rabu (21/11/2012) malam.
Menurut Johanes Kennedy, terdapat sekitar 40% dari sekitar 5 ribu perusahaan yang ada di Batam merupakan Perusahaan Multi Nasional. Selebihnya merupakan Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) yang kurang memiliki kemampuan membayar gaji karyawan dengan UMK diatas Rp2 juta.
Jika UMK diatas Rp2 juta dipaksakan, dipastikan akan berdampak besar terhadap terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Serta bisa membuat perusahaan yang ada di Batam dan calon investor lari, seperti lebih memilih Malaysia untuk investasi.
Penolakan kalangan pengusaha akan ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Gubernur Provinsi Kepri. Agar tidak menetapkan hasil rekomendasi DPK Batam dan mempertimbangkan angka yang ditawarkan pengusaha, UMK Batam Rp1.700.000.
Sementara itu Cahya menyatakan, Apindo tidak abstain dalam pembahasan penentuan UMK dalam pertemuan terakhir. Karena Apindo mengirimkan staffnya, namun tidak diberikan wewenang untuk mengambil kebijakan.
“Kita bukan abstain, tapi karena memang kita sudah tahu bahwa tidak akan ada pembahasan. Yang ada pemaksaan kehendak pekerja untuk merealisasikan upah sesuai tuntutan mereka,” kilahnya.
Cahya mengungkapkan, mengamati dalam beberapa kali pembahasan, susah untuk diambil kesepakatan. Melihat tuntutan pekerja yang satu suara dan tidak bisa ditawar lagi.
Ia juga sempat mengajak berunding secara khusus dengan Ketua-Ketua Asosiasi pekerja di Polresta Barelang. Namun tetap saja, tuntutan dan argumen pekerja tidak bisa terbantahkan.
Selanjutnya, Apindo justru menduga keterlibatan Walikota Batam atas keluarnya angka UMK. Ini didasarkan atas kehadiran Wakil Walikota Batam, Rudi yang menemui para pekerja yang mengawal pembahasan UMK.
“Pengusaha sangat kecewa dengan pemerintah, karena tidak pernah membela pengusaha. Padahal pengusaha-lah yang membayar pajak dan menggerakkan roda perekonomian Batam,” katanya. (sec)