Promosi Pejabat Koruptor, Azirwan Langgar Sumpah PNS

BATAM, IsuKepri.Com — Mendapatkan promosi jabatan, mantan narapidana kasus korupsi, Azirwan yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas dinilai telah melanggar sumpah jabatan. Demikian dinyatakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam, Bambang Heri di Batam Centre, Sabtu (13/10).

“Jika sumpah yang diikrarkan untuk berkomitmen terhadap Tuhan saja telah diingkari, apalagi dengan manusia,” kata Tim Perekaman Sidang Tipikor yang bekerja sama dengan KPK ini.

Sebagaimana diketahui, mantan Sekda Bintan, Azirwan telah divonis selama 2 tahun 6 bulan, atas dugaan korupsi penyuapan anggota DPR-RI Al-Amin Nasution, dalam alih fungsi hutan lindung di Bintan. Di saat pemerintah gencar-gencarnya memberantas korupsi bidang kehutanan, Azirwan malah diberi kesempatan menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri sejak 8 Maret 2012 lalu.

Bambang menjelaskan, sumpah merupakan komitmen seseorang sebagai insan manusia kepada Tuhan untuk menyatakan dan melakukan apa yang terdapat dalam sumpah yang disebutkan atuapun dinyatakan. Dimana dalam sumpahnya, seorang pegawai negeri sipil (PNS) diantaranya menyatakan akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Serta akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab.

Selain itu, seorang PNS dalam sumpahnya juga akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat PNS, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan. Dan akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan. Serta akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara.

“Dengan telah melakukan tindak pidana korupsi, apa yang dilakukan Azirwan jelas-jelas telah mengingkari sumpah yang telah ia ucapkan,” katanya.

Menurut Koordinator Simpul Jaringan Mahasiswa Kepri ini, memang penentuan siapa yang akan diposisikan dalam menduduki jabatan kepala Dinas di Provinsi Kepri merupakan wewenang Gubernur, Muhammad Sani. Namun jangan dinafikkan, Gubernur dibatasi dengan aturan dan ketentuan-ketentuan dalam hal menentukan personel yang akan menjabat.

Tidak sepatutnya seorang koruptor yang telah divonis dan memiliki kekuatan hukum tetap, telah pula menjalankan masa hukumannya kemudian mendapatkan promosi sebagai Kepala Dinas atau bagian dari penyelenggara Negara. Karena tidak lagi mewujudkan penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

“Terkait azas-azas umum pemerintahan yang baik, dalam UU nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa Azas Umum Pemerintahan Negara yang Baik adalah azas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme,” katanya.

Begitupun dalam Pasal 23 ayat (4) undang-undang (UU) nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menyatakan beberapa hal. Yakni PNS dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih. Atau melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.

Sementara beberapa komentar di media yang mendukung pengangkatan terpidana kasus korupsi menjadi Kepala Dinas dilingkungan Pemprov Kepri, hanya didasarkan pada pasal 23 ayat (4) karena vonisnya dibawah 4 tahun. Padahal pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang ancaman hukumannya pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.

“Jika mengacu hukuman minimal 1 tahun dan selama-lamanya 5 tahun, dengan hukuman (vonis) 2,5 tahun atau 30 bulan, maka kita harus dapat membedakan antara vonis, tuntutan dan ancaman hukuman. Rentang waktu 1 sampai 5 tahun ini jika digunakan, apakah termasuk dalam unsur yang dimaksudkan dalam UU nomor 43 tahun 1999 akan menjadi debatable,” jelasnya.

Namun perlu diketahui, ayat (5) UU no 43 tahun 1999 dan Pasal 5 nya mengatakan, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena melanggar sumpah/ janji PNS dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah. Serta melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara, Pancasila, UUD 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan pemerintah. Atau dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

“Sederhananya, selain merupakan dasar/landasan hukum yang dapat digunakan terkait posisi koruptor menjabat Kepala Dinas, juga sebagai landasan moral, etika dan azas-azas umum pemerintahan yang baik. Selain itu, pasal 5 ini tidak menggunakan kata “dapat” yang berarti bisa ya atau tidak. Artinya, pasal 5 itu harus dan tidak ada pilihan,” pungkasnya. (eki)

iwan

Read Previous

Uba Sigalinggin : Gubernur Gagal Menjaring SDM di Kepri

Read Next

Mahasiswa Ketus : \” Kami tdk butuh dipublikasikan oleh anda \”