Demonstrasi Beasiswa dan Dilemanya

OLEH: R. DACHRONI

Ketua Umum Pengurus Daerah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia

 (PD KAMMI) Kepulauan Riau dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Riau (UR)

 

Setiap tahun, Pemerintah Propinsi Kepulauan Riau menggelontorkan dana bantuan beasiswa kepada para mahasiswa S1, S2 dan S3. Sejak kebijakan ini dilakukan pada tahun 2006 cukup banyak sekali aksi demontrasi bahkan pembagian gelombang pertama bantuan beasiswa tahun 2012 beberapa waktu yang lalu menuai protes dari kalangan mahasiswa. Tercatat, sejak diumumkan beberapa pekan yang lalu, beasiswa gelombang 1 mendapatkan dua kali demonstrasi dari gerakan yang berbeda.

Ini menandakan ada kekeliruan dalam mekanisme pembagiannya. Aroma ketidakadilan dan percaloan oleh oknum Dinas Pendidikan Propinsi Kepulauan Riau sebagai corong penerima proposal bantuan pun mulai dicurigai oleh sebagian kalangan. Ada beberapa persoalan yang ingin penulis tekankan disini. Pertama, transparansi setengah hati dan verifikasi administrasi yang belum memadai.  Kedua, kuatnya aroma pemberian bantuan pendidikan dilakukan bukan berdasarkan prestasi yang sesungguhnya, tapi lebih kepada kedekatan kepada pejabat publik. Pada akhirnya, sebagian mahasiswa berbondong-bondong mendekati beberapa pejabat bahkan anggota dewan untuk memberikan rekomendasi tertulis terkait masalah ini. Ketiga, isu percaloan bantuan pendidikan atau beasiswa dari seorang oknum Diknas yang katanya mendapat fee 20 persen dari pencairan bantuan pendidikan.

Ini memang sulit sekali untuk dibuktikan, tapi bukan tidak mungkin terjadi. Tiga hal mendasar inilah yang kemudian menurut penulis mengetuk hati penulis menulis tulisan ini. Akibat manajemen pengelolaan yang kurang baik, cukup banyak mahasiswa berprestasi dan tidak mampu  yang sebenarnya membutuhkan bantuan tapi tidak memiliki kedekatan politik pada akhirnya mereka harus pasrah dan tidak mendapatkan bantuan. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang putus kuliah.

Dengan demikian, penulis berpikir sudah saatnya pembagian bantuan pendidikan harus diformat ulang. Bukan berarti dalam hal ini mahasiswa tidak bisa mandiri seperti masyarakat awam pada umumnya, mengemis dengan bantuan pemerintah, tapi karena memang ini merupakan hak masyarakat khususnya kalangan yang kurang mampu untuk mendapatkannya. Penggunaan anggaran ini harus benar-benar tepat sasaran.

Secara khusus, ada beberapa tawaran dari penulis yang mungkin bisa dipertimbangkan oleh Pemprop Kepulauan Riau saat ini. Pertama, membentuk tim independent. Penulis pikir karena memang uang bantuan pendidikan itu bersumber dari APBD dan itu merupakan uang dari keringat rakyat, tidak ada salahnya kalau memang ada badan khusus yang dibentuk untuk melakukan seleksi penerima bantuan pendidikan. Tentunya badan khusus ini tidak hanya cukup tim yang dibentuk dari Gubkepri, Drs. H. M. Sani, tapi sudah seharusnya di rekrut juga orang-orang dari eksternal tentunya memiliki kapabilitas publik yang teruji. Tim ini merupakan ‘tim malaikat’ yang bekerja dan bergerak tanpa intervensi dari pihak manapun dan tentunya harus dibekali dengan syarat-syarat penerima bantuan yang sesuai dengan kategori yang telah ditentukan oleh Pemprop Kepulauan Riau.

Dari tim ini pula kemudian dibentuk beberapa struktur yang memiliki pertanggungjawaban di bidang penerimaan berkas dan tim verifikasi data mahasiswa yang berhak menerima bantuan pendidikan. Kedua, mempertegas syarat-syarat penerima bantuan pendidikan. Ada dua kategori yang lazim digunakan oleh Pemprop Kepri saat menyalurkan dana bantuan yaitu bantuan pendidikan berprestasi dan tidak mampu dengan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yang ditentukan.

Untuk itu, selain memperbaiki sistem informasi, syarat-syarat untuk penerimaan bantuan pendidikan juga harus dipikirkan kembali. Terkait permasalahan persyaratan, untuk mahasiswa berprestasi tidak hanya cukup dengan IPK 3,25 misalnya, tapi perlu dibuktikan dengan karya tulis mereka di media massa tentang Propinsi Kepulauan Riau. Mereka sudah seharusnya menawarkan konsep pembangunan di Kepulauan Riau. Ini adalah salah satu contoh. Atau kalau pun IPK mahasiswa tidak sampai tiga koma, kata-kata prestasi tidak selamanya identik dengan IPK, bisa saja mereka memiliki prestasi olahraga atau kesenian yang tentunya bisa dibuktikan dengan ijazah atau semacam sertifikat.

Nah, ini bisa menjadi syarat-syarat tambahan. Sementara itu, untuk mahasiswa kurang mampu tentunya dibuat juga semacam kriteria tertentu yang kemudian tidak membuat sebagian mahasiswa berpura-pura tidak mampu atau mendadak tidak mampu. Kasarnya, mendadak miskin. Harus ada tim verifikasi untuk masalah ini. Faktanya, cukup banyak mahasiswa yang sebenarnya tidak mampu, tapi tidak mendapatkan bantuan sementara mahasiswa yang mampu karena berbekal surat miskin dari kelurahan kemudian bisa mendapatkan bantuan.

Sebagai penguat dan membuktikan mereka tidak mampu harus diperkuat dengan slip gaji orangtua dan latarbelakang pekerjaan orangtua. Penulis bahkan mendapatkan informasi ada yang menscan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan bahkan memalsukan IPK hanya gara-gara ingin mendapatkan beasiswa. Inilah PR bagi Diknas Pendidikan agar lebih selektif lagi dalam menentukan dan mensertifikasi calon penerima bantuan pendidikan. Mungkin proses seleksi pembagian bantuan pendidikan gelombang 1 sudah berlalu, akan tetapi penulis berharap pada proses seleksi gelombang 2 yang dibuka pada 2 Juli hingga 31 Agustus 2012 nanti bisa lebih baik dan selektif dan kita berharap Diknas Kepri bisa bekerja lebih maksimal lagi dengan mencari cara-cara yang inovatif lagi agar pembagian beasiswa in bisa lebih tepat sasaran.

Terakhir, apapun permasalahan atau ketidarapian dalam mekanisme penyaluran bantuan pendidikan, tentunya masyarakat Kepulauan Riau yang menguliahkan anak-anaknya di kampus baik di dalam ataupun di luar Kepulauan Riau tentunya Pemprop Kepulauan Riau bisa mengelola dan memanajerial anggaran bantuan pendidikan dengan baik dan semoga uang rakyat yang kemudian diperoleh oleh mahasiswa yang kebetulan mendapat bantuan pendidikan mampu digunakan untuk kepentingan pendidikan bukan kebutuhan yang tidak sama sekali menunjang proses pendidikan mereka. Selain itu, sudah semestinya bagi penerima bantuan untuk lulus tepat waktu baragkali Diknas Kepulauan Riau harus membuat surat perjanjian tertentu bagi penerima bantuan pendidikan karena yang mereka gunakan uang rakyat dan sekali lagi uang rakyat. Semoga kita memahaminya.

 

 

suprapto

Read Previous

Bayi Masih Merah Ditemukan Bocah

Read Next

Lingkungan Bisa Hambat Potensi Anak Disabilitas