Pemko Bentuk Tim Kaji Kerusakan Konservasi Laut

BATAM, IsuKepri.Com — Pemerintah Kota (Pemko) Batam akan membentuk tim investigasi untuk mengkaji dampak kerusakan yang diakibatkan dari peristiwa tertabraknya Jembatan VI Barelang oleh tongkang APC Aussie 1. Investigasi diantaranya akan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan pada program rehabiitasi dan pengelolaan terumbu karang, COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program).

Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan (KP2K) Kota Batam, Suhartini menyatakan, kemungkinan terjadinya dampak kerusakan pada program Coremap akan dibahas bersama oleh tim pengkaji. Tim pengkaji melibatkan berbagai pihak terkait, seperti Dinas Perhubugan, Dinas KP2K, BP Batam, Kantor Pelabuhan dan lainnya.

“Tim bertugas untuk mengkaji dampak kerusakan yang mungkin terjadi, termasuk dalam program Coremap. Kapan nantinya mereka menyelam, saat ini sedang dibahas,” kata Suhartini, Selasa (12/6/2012).

Program Coremap merupakan program jangka panjang yang diprakarsai oleh Pemerintah pusat. Dengan tujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia. Sehingga pada gilirannya akan menunjang kesejahteraan masyarakat pesisir.

Program Coremap didanai Pemerintah Indonesia dengan mendapat dukungan dari beberapa donor. Diantaranya World Bank, Asia Development Bank, dan AusAID (Australia Agency for International Development).

Walikota Batam, Ahmad Dahlan juga menyebutkan pembentukan tim investigasi yang akan mengkaji dampak dari peristiwa tertabraknya Jembatan VI Barelang oleh tongkang APC Aussie 1. Selain akan mengkaji kerusakan konservasi laut, tim juga akan menganalisa kapal dan sangsi hukum serta masalah jembatan.

“Terkait hukum, akan ditangani langsung oleh pihak kepolisian,” katanya.

Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh tim, Dahlan berharap agar kegiatan lay up (parkir kapal) di kawasan Galang dapat lebih diperhatikan. Dan harus berada di wilayah yang telah ditetapkan dan diizinkan oleh Kementerian Perhubungan.

Selain itu, kegiatan lay up juga harus memperhatikan dan tidak mengganggu kehidupan nelayan sekitar. Serta kapal yang sedang lay up benar-benar dipastikan dalam kondisi aman.

“Memang yang ideal, lay up tidak mengganggu wilayah coremap. Dari kawasan lay up yang telah ditetapkan, kita melihat belum sampai mengganggu wilayah coremap, karena jaraknya masih jauh,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur PTSP dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho menyatakan, untuk melakukan pengecekan terhadap kerusakan jembatan sudah diturunkan tim khusus. Tim terdiri dari LAPI ITB, PT VSL selaku konsultan dan BP Batam. Sementara untuk penyebab kecelakaan, BP Batam menyerahkan kepada institusi terkait (pihak kepolisian).

“Tim juga akan mengecek kerusakan, cara penanganan kerusakan hingga biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan. Paling cepat dua minggu selesai, dan paling lama sebulan,” katanya.

Sedangkan untuk tempat lay up, BP Batam menyatakan bahwa kawasan itu sudah sesuai dengan izin Kementerian Perhubungan sejak 2008 silam. Dan sudah melalui analisa RTRW dan peraturan lingkungan.

“Bawah laut juga tidak ada terumbu karang, hanya pasir,” jelas Joko.

Djoko mengatakan, BP Batam masih akan melakukan penelitian mengenai kerusakan jembatan yang diakibatkan dari kejadian tersebut. Hingga saat ini belum bisa ditaksir kerugian dari peristiwa itu, meski ada yang memperkirakan mencapai Rp40 miliar hingga Rp50 miliar.

“Terkait biaya perbaikan, kami akan melakukan penelitian terlebih dahulu,” imbuhnya.

Penunjukan pengelolaan lokasi oleh PT Bias Delta Pratama, menurut Djoko dilakukan oleh Kanpel Batam dan rekomendasi Dirjend Hubla. Dan lokasi kawasan untuk lay up, masih jauh dan tidak mengganggu program coremap. Saat ini ada sebanyak 8 kapal yang lay up di kawasan itu, dengan masa bervariasi mulai dari masa tiga bulan keatas.

Selain PT Bias Delta Pratama, lokasi kegiatan lay up di perairan Galang juga dikuasai PT Daya Maritim Internasional, PT Baruna Bahari Indonesia, PT Galang Persada Mandiri, PT Baruna Bhakti Utama dan PT Bima Samudera. Lokasi lay up berbatasan dengan lokasi marine management area Coremap, dekat Pulau Abang.

Sebelumnya, Direktur Teknik BP Batam, Istono menyebutkan, diperkirakan dibutuhkan waktu sekitar 5 bulan untuk memperbaiki jembatan VI. Yang terdiri waktu untuk penyelidikan sekitar sebulan dan perbaikan sekitar 4 bulan.

“Untuk biaya yang dibutuhkan, belum bisa diperkirakan. Dibutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk menghitung biaya perbaikan. Perusahaan tersebut yang kita harapkan bertanggungjawab terhadap perbaikannya,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Batam, Ardiwinata mengatakan, sebenarnya perairan yang dijadikan tempat parkir kapal itu merupakan wilayah konservasi terumbu karang. Dengan luas mencapai 66.867 hektare yang mencakup perairan Pulau Mubud, Pulau Abang, Pulau Nguan, Pulau Karas dan Pulau Petong.

“Wilayah tersebut merupakan kawasan konservasi dari sebuah lembaga internasional untuk melindungi terumbu karang langka,” kata dia.

Selain itu, kata dia, Pemerintah Kota Batam juga menjadikan perairan sekitar wilayah tersebut sebagai objek wisata bahari. Pemko Batam saat ini tengah gencar-gencarnya mempromosikan tempat tersebut sebagai objek wisata dan akan membangun beberapa fasilitas penunjang wisata. (eki)

iwan

Read Previous

Tripartit Kembali Bahas Ketenagakerjaan Batam

Read Next

Review She\’s Out of My League (2010)