Anggota DPRD Banyak Lakukan Perjalanan Fiktif

BATAM, IsuKepri.Com — Minimnya pembentukan Komisi Informasi Publik (KIP), menjadikan tindak pidana korupsi masih sulit dicegah di negeri ini. Saat ini, Indonesia baru memiliki 14 KIP di 14 dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia. Dukungan pemerintah Provinsi masih kurang, sehingga hanya 14 KIP yang baru terbentuk di Indonesia.

“Salah satu tujuan pembentukan KIP adalah untuk mencegah terjadinya korupsi,” kata Ketua KIP Provinsi Kepri, Arifuddin Djalil di Batam Centre, kemarin.

Menurut Arifuddin, salah satu indikasi yang sering terjadi dalam tindak pidana korupsi, adalah dengan adanya Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif. Perjalanan fiktif ini sering dilakukan para wakil rakyat, anggota DPRD di daerah.

“Makanya banyak laporan setelah para anggota dewan melakukan perjalanan dinas. Ada juga yang tidak ikut, tetapi mengambil uang dan memberikan sedikit kepada rekannya agar namanya dicantumkan dalam list keberangkatan,” jelasnya.

Parahnya lagi, lanjut Arifuddin Djalil, saat ini ada dugaan wakil rakyat yang melakukan perjalanan dinas hanya singgah sebentar di kota tujuan dinasnya. Selebihnya digunakan untuk bersenang-senang, bahkan ada juga yang menggunakan uang APBD untuk kegiatan maksiat.

Mantan wartawan Posmetro Batam ini menjelaskan, transparansi sebenarnya sangat mudah. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan cara mencantumkan seluruh anggaran dan kemana saja digunakan, di papan pengumuman.

“Contohnya di masjid, setiap minggunya kan ada diumumkan. Kemana saja dananya digunakan. Tetapi ada juga yang tidak disebutkan karena dirasa kurang etis dan menyangkut pribadi. Misalnya dana untuk khatib,” paparnya.

KIP berharap, ke depannya badan, instansi dan pejabat publik dapat lebih transparan dalam memberikan informasi. Karena saat ini hampir seluruh instansi dan badan pemerintah di Indonesia masih kurang terbuka. Tidak terkecuali di instansi dan badan pemerintah yang ada di Provinsi Kepri.

Arifuddin Djalil menjelaskan, KIP dibentuk agar Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik berjalan dengan baik. Tetapi hingga saat ini, belum terwujud. Seharusnya pemerintah melakukan uji konsekuensi kepada para pejabat publik agar Undang-Undang ini dapat berjalan maksimal.

Memang ada beberapa informasi atau data yang tidak dapat diberikan kepada masyarakat karena dapat menimbulkan efek negatif. Uji konsekuensi itu penting, agar diketahui mana data yang boleh diminta dan mana yang tidak.

“Semestinya setiap rapat yang dilakukan para wakil rakyat, dilakukan secara terbuka dan diberitahukan kepada publik. Bahkan sebelum menjadi sebuah keputusan, seharusnya masyarakat diberitahukan agar dapat memberikan masukan,” pungkasnya. (eki)

iwan

Read Previous

Beasiswa Kepri, Keadilan Setengah Hati

Read Next

Lahan SD Dialokasikan Untuk Perumahan