BATAM, IsuKepri.Com — Kapolresta Barelang, Karyoto mengakui kesalahannya dalam peristiwa pertikaian di Hotel Planet Holiday pada Senin (18/6/2012) lalu. Ia mengaku tidak mampu mengantisipasi secara maksimal dan tidak bisa menyetop terjadinya pertikaian dua kelompok massa itu.
“Kalau besok, satu atau dua minggu saya dipindah, saya puas. Karena ini memang salah saya,” kata Karyoto dalam pertemuan dengan para Mubaligh Kota Batam di Lantai IV Pemko Batam, Kamis (21/6/2012).
Menurut Karyoto, kini bukan saatnya untuk mencari tahu kenapa kasus itu terjadi. Tapi bagaimana supaya kasus tidak semakin meluas.
Apalagi dengan munculnya seleberan berbau SARA, berjudul “Surat Buat Sahabatku Putra Melayu”. Selebaran yang dinilai sangat provokatif ini diantaranya menyatakan adanya kelompok tertentu yang ingin menguasai Batam dengan hal-hal tertetu.
“Selebaran ini juga mengajak orang Melayu untuk memerangi “si mata sipit”,” katanya.
Karyoto menegaskan, selebaran tersebut tidak terlepas adanya upaya untuk menggosok-gosok ataupun melakukan provokasi ke masyarakat. Sementara pertikaian ini timbul, betul-betul murni karena perebutan lahan atau perebutan gula.
Terjadinya peristiwa pertikaian itu, sebenarnya sudah diprediksi pihak kepolisian sejak awal. Saat kasus disengketakan di Pengadilan Negeri (PN) Batam dan paska keputusan PN Batam. Namun akhirnya peristiwa meletus begitu satu kelompok yang mau berhenti justru ketemu yang mengusap (provokasi).
“Pembalasannya berlebihan, saya tidak tahu aroma apa hingga saudaranya di bunuh,” katanya.
Pertemuan antara Kapolresta Barelang dan Wakil Walikota Batam, Rudi dengan para mubaligh Kota Batam ini dimanfaatkan mubaligh untuk meminta penjelasan secara langsung terkait peristiwa yang menggegerkan masyarakat Batam itu. Selain itu, para mubaligh juga menyampaikan harapan dan masukan, baik kepada Polresta Barelang maupun ke Pemko Batam agar masalah tidak terulang lagi dan Batam tetap kondusif.
Lasmi Oyong, salah seorang mubaligh Kota Batam meminta agar pihak kepolisian mengawasi aksi-aksi premanisme yang dilakukan sejumlah pengusaha. Aksi premanisme dilakukan pengusaha dengan memelihara kelompok massa dari orang-orang tertentu untuk menjaga dan melancarkan kepentingannya. Kelompok-kelompok massa inilah yang kemudian dibenturkan oleh pengusaha saat terjadi persoalan di lapangan.
“Kita minta Polisi ataupun intel bisa mengantisipasi aksi-aksi premanisme dengan cepat. Saya setuju dengan tembak di tempat,” katanya.
Mubaligh lainnya, Sodikin juga menginginkan hal yang sama dan meminta agar polisi berani menangkap aktor intelektual dibalik kerusuhan yang terjadi di Hotel Planet Holiday. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar Batam tetap damai ke depannya.
“Jika aktor intelektual tidak ditangkap, maka situasi seperti ini akan kembali lagi,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Karyoto menyatakan bahwa pihak kepolisian akan menghukum orang yang bersalah. Polisi tidak akan tinggal diam terhadap kasus ini, bahkan kalau perlu bisa dibentuk tim pencari fakta (TPF) dari Mubaligh. Untuk mengamankan lokasi paska kerusuhan, saat ini pihak kepolisian masih menurunkan sepertiga kekuatannya.
“Saya kenal sama pak Karto, tapi kalau memang dia layak ditahan ya akan ditahan. Kalau perlu ada yang ditegakkan akan kita tegakkan, nanti akan ada bukti terkait siapa aktor intelektualnya,” katanya.
Saat ini, kata Karyoto, pihaknya sudah melakukan proses hukum terhadap pelaku kerusuhan dari dua kelompok yang bertikai, baik dari kelompok penyerang pertama (TF) maupun yang menyerang balik atau penganiaya (B). Sebanyak 10 orang sudah ditahan, terdiri atas 4 orang dari kelompok penyerang pertama dan 6 orang dari kelompok penganiaya.
Diantara 4 orang dari kelompok penyerang pertama yang ditahan adalah orang yang diduga sebagai provokator. Ia yang mengumpulkan massa dengan menyatakan dibutuhkan tenaganya untuk mengangkat barang dengan imbalan Rp50 ribu per orang. Sebelum turun, sekitar 50 massa ini diajak minum-minum dan dibakar dengan orasi untuk menyerang Hotel Planet Holiday.
“Sementara untuk Basri masih kita amankan. (Keterlibatannya) masih kita dalami,” ungkapnya.
Terkait adanya selebaran provokatif, Wakil Walikota Batam, Rudi mengimbau agar masyarakat tidak terpancing. Kalaupun ada hal-hal yang tidak pantas yang terjadi di tengah masyarakat, Rudi mengajak agar bisa dikoordinasikan bersama.
“Sebagai Ketua KKBM (Kerukunan Keluarga Besar Melayu), saya mengimbau agar masyarakat tidak terbawa dengan ajakan dan hasutan dari selebaran yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Munculnya selebaran provokatif ini, menurut Rudi, karena adanya kepentingan lain yang dilakukan oleh orang-orang tertentu. Dengan memanfaatkan kasus pertikaian yang telah menyebabkan korban dan menjadi perhatian masyarakat.
“Maaf, mungkin ada kepentingan yang menumpang dalam kasus ini. Tolong ini diluruskan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Mubaligh Batam (PMB), Zulkarnaen Umar menyatakan, mubaligh juga memiliki keinginan bersama untuk menciptakan Batam kondusif. Peristiwa yang terjadi beberapa hari lalu, telah memunculkan persepsi yang berbeda- beda dan adanya isu yang tidak menyenangkan.
“Mubaligh memiliki peran untuk menciptakan Batam kondusif, baik melalui bahasa dan lisan. Saat ini terdapat 720 mubaligh di Batam dari 962 musholla dan masjid yang ada di Kota Batam. Untuk itu diperlukan penjelasan yang utuh dari Kapolres, agar besok Jumat, mubaligh yang jadi khatib bisa dicatat dan disampaikan saat menjadi Khatib,” katanya. (eki)