Tak Kan Hilang Pantun di Bumi Melayu

Sungguh jauh rumah pak atan
Hendak membeli buah rambutan
Gayus Tambunan korupsi milyaran
Tapi kenapa, hukumannya ringan

Itulah salah satu bunyi pantun yang dilontarkan peserta di ajang Tarung Pantun Kampung Tua se-Kota Batam. Pantun dilemparkan tim yang terdiri atas dua orang, Muhammad dan Musa kepada tim lawan, Bujang dan Dara yang beranggotakan Jefri dan Siti Jumianti.

Mendapat pantun yang dijual tim yang mereka sebut “atuk-atuk” ini, tim Bujang dan Dara pun membalasnya. Jefri dengan lantang menjawab pantun yang dilontarkan Muhammad kepada timnya.

Anak China menjual tahu
Tahu dijual ditengah pekan
Kalau atuk nak ingin tahu
Mari sini saya bisikkan

“Kalau bicara korupsi, jangan keras-keras, pelan-pelan saja atuk,” ujar Jefri setelah membalas pantun.

Budaya pantun, seakan tak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu di Kota Batam. Dalam berbagai kegiatan formal yang diadakan, budaya pantun selalu melekat.

Namun dengan semakin deras masuknya berbagai budaya asing dan luar daerah di Batam, turut mengikis budaya pantun masyarakat Melayu. Mencari pemantun semakin sulit, apalagi dari kalangan generasi muda. Maka tak jarang jika suatu kegiatan, seperti perkawinan, molor dari jadwal karena harus menunggu datangnya pemantun.

Kegiatan Tarung Pantun Kampung Tua diselenggarakan Batam Bisa Production di Hotel PIH Batam Centre, Sabtu (5/5/2012) pekan lalu. Memperebutkan piala bergilir Senator, Hardi S. Hood, kegiatan ini diikuti sebanyak 32 tim kampung tua yang ada di Kota Batam. Dengan dewan juri terdiri atas Raja M. Zein, Raja Zainuddin dan Datuk Edi Nur atau dikenal dengan sebutan Jalak Lenteng.

Peserta dibagi dalam dua pull, pull A dan Pull B. Kepada masing-masing peserta, diberikan waktu untuk melempar dan menjawab pantun secara bergantian. Dengan tema pantun dipilih melalui undian, seperti tema agama, nasihat, korupsi, kasih sayang, pendidikan dan tema-tema lainnya.

Hardi S. Hood menyatakan, kegiatan ini merupakan salah satu upaya dalam menjaga khasanah Melayu dan membangun karakter santun masyarakat Melayu. Mengingat pantun merupakan hasil dari sebuah proses kebudayaan Melayu dengan bahasa yang halus, tulus dan santun.

“Pantun merupakan dekat dengan karakter yang santun. Karakter inilah yang ingin kita bangun dalam masyarakat Melayu. Sehingga kalau seseorang marah bisa ditunjukkan melalui pantun, menyindir orang dengan pantun, mengkritik pun dengan pantun,” ujar Hardi.

Dengan membudayakan pantun di kalangan masyarakat Melayu, lanjut Hardi, juga akan memberikan imajinasi baru bagi generasi muda untuk memiliki kebanggaan dan kemampuan berpantun. Karena kemampuan untuk berpantun, terkesan hanya dimiliki mereka yang berusia tua dan tinggal di kampung tua.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam, Yusfa Hendri menilai bahwa pantun layak dijadikan materi muatan lokal dalam kurikulum pendidikan. Ini karena pantun adalah budaya melayu yang memiliki nilai sangat tinggi, seperti pantun nasehat orang tua kepada anaknya.

Muatan lokal mengajarkan anak murid tentang berbagai kebudayaan lokal yang berkembang di sekitar tempatnya tinggal. Efek sampingnya, budaya pantun akan lestari.

Para generasi muda harus diperkenalkan pantun mulai dari dini, ujarnya. (eki)

iwan

Read Previous

Batam Dibawah Ancaman Banjir

Read Next

Mimbar Bebas Ajang Kreativitas Mahasiswa Tanjungpinang