Prinsip Hukum Universal tak Bisa Ditafsirkan Secara Ekstrem

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai prinsip hukum universal yang mengatakan, apabila ada pasal di satu undang-undang yang bertentangan, maka yang diakui adalah pasal yang muncul kemudian tidak bisa ditafsirkan secara ekstrem.

“Di beberapa hukum, itu tidak bisa membatalkan undang-undang. Ada juga yang justru menguatkan,” katanya saat diskusi “UU-APBN-P Menuju Materi” di gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/4).

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Demokrat, Benny K Harman, mengatakan berdasarkan prinsip hukum universal, maka pasal 7 ayat 6 UU APBN-P sudah mati suri. Sebagai gantinya, maka yang berlaku adalah pasal 7 ayat 6 a yang dikeluarkan kemudian.

Yusril menilai penafsiran ini terlalu berlebihan. Karena dalam beberapa hukum, justru pasal yang muncul kemudian menguatkan pasal sebelumnya. Ia mencontohkan ayat Alquran yang memerintahkan shalat dalam kondisi tidak mabuk.

“Artinya mabuk itu dibolehkan. Tapi kalau mau shalat, tidak boleh mabuk. Tapi kemudian ada ayat lagi yang melarang minuman beralkohol dan perjudian. Ini tidak menggugurkan. Melainkan pelarangan itu dilakukan step by step,” lanjut dia.

Mengenai apakah pasal 7 ayat 6 a menggugurkan pasal sebelumnya, ia menyerahkan hal itu ke MK. Hanya saja, ia menilai kedua pasal itu dapat diuji dengan UU nomor 12/2011 tentang Pembentukan Undang-Undang.

Yusril menilai keberadaan pasal 6 a bertentangan dengan UU 12/2011 karena bertabrakan. “Seharusnya, agar tidak bertabrakan pasal 7 ayat 6 itu yang diubah. Atau setidaknya menyusun redaksional ayat 6 a dengan mencantumkan ‘seperti diatur di pasal 7 ayat 6’,” ungkapnya.

Admin Isu Kepri

Read Previous

Partai Demokrat Minta SBY Evaluasi PKS

Read Next

Mobil Dinas Wawako Serempet Motor Dosen